Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Reaksi Pasar AS usai Rilis Data Inflasi: Saham Menguat, Yield Obligasi Susut

Pasar saham AS menguat dan yield obligasi turun usai data inflasi Juli 2025 dirilis.
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle
Ringkasan Berita
  • Pasar saham menguat dan yield obligasi AS menurun setelah data inflasi Juli 2025 menunjukkan kenaikan indeks harga konsumen inti sebesar 0,3% dari bulan sebelumnya.
  • Spekulasi meningkat bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga, dengan peluang penurunan seperempat poin bulan depan lebih dari 80%.
  • Para analis menyatakan inflasi meningkat namun tidak sebesar yang dikhawatirkan, membuka peluang bagi The Fed untuk fokus pada pelemahan pasar tenaga kerja dan mempertahankan potensi penurunan suku bunga pada September.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA - Pasar saham menguat dengan imbal hasil atau yield obligasi AS menurun setelah pengumuman inflasi Juli 2025.

Dilansir Bloomberg pada Selasa (12/8/2025), berdasarkan Biro Statistik AS indeks harga konsumer inti, tidak termasuk volatile food dan energi, naik 0,3% dari Juni 2025. Secara tahunan, indeks harga konsumen AS naik 3,1% YoY.

Kontrak berjangka S&P 500 naik 0,5%, sedangkan indeks Nasdaq 100 futures menguat 0,6%. Kenaikan juga terjadi pada kontrak berjangka Dow Jones Industrial Average sebesar 0,5%. Sementara, Stoxx Europe 600 menguat 0,2% dan MSCI World Index naik 0,2%.

Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun turun dua basis poin menjadi 4,26% dan indeks dolar turun 0,2%. Pelaku pasar meningkatkan spekulasi terhadap penurunan suku bunga The Fed dan memperkirakan peluang penurunan suku bunga seperempat poin bulan depan lebih dari 80%.

"Data CPI cukup jinak dan menjadi pendorong The Fed untuk memangkas suku bunga setidaknya 25 bps dan membuka peluang penurunan hingga 50 bps pada September 2025," ujar Skyler Weinand dari Regan Capital.

Sementara, Ellen Zentner dari Morgan Stanley Wealth Management menyatakan inflasi memang meningkat, tetapi tidak sebesar yang dikhawatirkan sebagian orang.

Dalam jangka pendek, menurutnya, pasar kemungkinan menerima angka-angka ini karena membuka peluang The Fed untuk fokus pada pelemahan pasar tenaga kerja dan mempertahankan potensi penurunan suku bunga pada September. "Dalam jangka panjang, kita kemungkinan belum melihat berakhirnya kenaikan harga karena tarif terus membebani perekonomian," ujarnya.

Adapun, para pejabat The Fed mempertahankan suku bunga acuan tahun ini dengan harapan mendapatkan kejelasan apakah tarif akan menyebabkan inflasi berkelanjutan.

Pada saat yang sama, pasar tenaga kerja, separuh lain dari mandat kebijakan ganda mereka, menunjukkan tanda-tanda kehilangan momentum.

Harga barang, kecuali komoditas pangan dan energi, naik dengan kecepatan yang rendah. Beberapa kategori yang terkena tarif, seperti mainan, barang olahraga, dan perabotan serta perlengkapan rumah tangga, naik, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro