Bisnis.com, JAKARTA — Daya saing nasional, utamanya infrastruktur, menurun akibat keberadaan kendaraan over dimension dan over loading alias ODOL yang merugikan negara dan masyarakat.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menyampaikan bahwa keberadaan ODOL tidak hanya memberikan kerugian materi yang tinggi akibat fatalitas yang tinggi. Namun, juga memberikan dampak yang tidak sedikit terhadap kondisi infrastruktur jalan.
Dari sisi ekonomi, Djoko memandang kendaraan yang kelebihan muatan tersebut pada dasarnya tidak memenuhi standar kawasan perdagangan bebas Asean.
“[ODOL] membuat lemahnya daya saing nasional, termasuk salah satu penyebab menurunnya daya saing infrastruktur,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (7/8/2025).
Pasalnya peringkat daya saing Indonesia anjlok 13 peringkat pada tahun ini dari posisi 27 ke posisi 40. Di mana infrastruktur mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir, dari posisi 21 pada 2023, menjadi 57 pada 2025.
Tak heran, truk ODOL memang membuat penurunan daya saing infrastruktur turun. Sebelumnya pemerintah mencatat bahwa truk kelebihan muatan tersebut membuat kelaikan usia jalan berkurang. Apabila umumnya usia jalan dapat digunakan untuk 10 tahun, maka saat ini kelayakan usia jalan berkurang menjadi 30%.
Baca Juga
Menurut perhitungan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2025, indikasi pemborosan keuangan negara akibat kerusakan jalan pada jalan nasional, provinsi, dan kab/kota, senilai Rp47,43 triliun setiap tahun.
Sementara menurut data dari Polri yang diolah Bappenas, kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan barang sebesar 10,5% dan menjadi kedua tertinggi secara nasional. Peringkat kecelakaan lalu lintas tertinggi melibatkan sepeda motor yang sebesar 77,4%.
“Dengan demikian, angka kecelakaan dan jumlah korban terus bertambah setiap tahunnya dan akan berdampak pada kerugian ekonomi,” lanjut Djoko.
Untuk itu, Djoko yang juga akademisi prodi Teknik Sipil di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, menegaskan harus ada langkah berani dan bijak dari pemerintah untuk menertibkan truk berdimensi dan bermuatan lebih. Tentunya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan masalah kemanusiaan, sosial dan ekonomi.
Usai Presiden Prabowo Subianto menyerahkan urusan penanganan penuntasan truk ODOL pada Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Djoko berharap langkah awal dapat segera diimplementasikan.
Mengingat telah ada tiga agenda yang dicanangkan oleh AHY untuk pemberantasan truk kelebihan muatan dan menuju zero ODOL 2027.
Pertama, pemberantasan praktik pungutan liar (pungli) pada ekosistem angkutan barang. Kedua, pengaturan peningkatan kesejahteraan pengemudi kendaraan angkutan barang. Ketiga, deregulasi dan sinkronisasi peraturan terkait angkutan barang.
Menurutnya, meski langkah pertama dipandang belum tentu sempurna, setidaknya dapat membuka jalan menuju zero ODOL 2027.
Teranyar, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerapkan perangkat Weight in Motion (WIM) dalam upaya pengawasan kendaraan ODOL. Alat ini berfungsi sebagai sistem seleksi awal sebelum kendaraan diarahkan ke jembatan timbang untuk proses verifikasi dan penindakan lebih lanjut.