Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Arah Moneter Bank Sentral Eropa di Tengah Ancaman Tarif, Tahan atau Pangkas?

Bank Sentral Eropa (ECB) menunda pemotongan suku bunga meski ada ancaman tarif dari AS. ECB akan mengevaluasi dampak tarif dan mempertahankan suku bunga di 2%.
Bendera Uni Eropa berkibar di luar kantor pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman, 26 April 2018. REUTERS/Kai Pfaffenbach
Bendera Uni Eropa berkibar di luar kantor pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman, 26 April 2018. REUTERS/Kai Pfaffenbach
Ringkasan Berita
  • Bank Sentral Eropa (ECB) kemungkinan akan menunda pemotongan suku bunga meskipun ada ancaman tarif dari AS, dengan mempertahankan suku bunga di level 2% hingga dampak tarif dapat dievaluasi lebih baik.
  • ECB menghadapi tantangan dari penguatan euro yang dapat menekan eksportir dan krisis politik di Prancis, yang meningkatkan kemungkinan pemotongan suku bunga pada pertemuan September mendatang.
  • Keputusan ECB akan dipengaruhi oleh laporan ekonomi terbaru, termasuk survei pinjaman bank, kepercayaan konsumen, dan indeks manajer pembelian, yang akan dirilis sebelum pertemuan 24 Juli.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Sentral Eropa (ECB) kemungkinan akan mengabaikan ancaman ekonomi yang ditimbulkan oleh tarif dari Presiden AS Donald Trump dengan memilih untuk menunda pemotongan suku bunga hingga waktu yang belum ditentukan.

Melansir dari Bloomberg, Minggu (20/7/2025), dalam keputusan akhir sebelum libur musim panas selama tujuh minggu, para pembuat kebijakan pada Kamis (24/7) kemungkinan akan mempertahankan suku bunga tetap di level 2%.

Langkah itu menjadi penundaan respons terhadap ancaman tarif 30% Trump hingga tarif tersebut diterapkan dan dampaknya dapat dievaluasi dengan lebih baik.

Saat banyak pejabat kemungkinan akan memanfaatkan jeda ini untuk liburan panjang, penegasan kembali bahwa inflasi berada pada target dan menunda kekhawatiran tentang prospek ekonomi hingga perkiraan kuartalan baru disusun untuk pertemuan 10-11 September mendatang, mungkin tampak tepat.

Namun, yang diketahui oleh para pembuat kebijakan adalah bahwa masalah sedang mengintai. Selain kekhawatiran tentang tarif, mata uang euro telah menguat, meredam prospek harga dan mengancam untuk semakin menekan eksportir. 

Sementara itu, krisis politik lain di Prancis mungkin sedang mengemuka terkait keuangan publik yang membengkak. 

Mengingat latar belakang tersebut, Dewan Pengurus European Central Bank (ECB) mungkin mengakui di antara mereka bahwa peluang pemotongan suku bunga lagi pada September semakin besar, meskipun mereka tetap pada pendekatan “pertemuan demi pertemuan” yang sudah biasa dalam pengambilan keputusan. 

Dalam konteks itu, ekonom Morgan Stanley dalam preview berjudul “Ready for the Beach” memperkirakan Presiden ECB Christine Lagarde dalam pernyataan pembukaannya kepada wartawan pada Kamis mendatang kemungkinan akan mengulang pernyataan bahwa risiko terhadap pertumbuhan “berpihak pada sisi bawah”.

Ekonom senior Bloomberg untuk kawasan Eropa David Powell menyampaikan bahwa pertemuan 24 Juli mendatang masih belum akan memperjelas waktu pemangkasan suku bunga.   

“Kami memperkirakan bahasa Dewan Pengurus setelah pertemuan 24 Juli akan serupa dengan formulasi pada Juni, meninggalkan kemungkinan pemotongan lagi, tanpa komitmen [kapan pemotongan],” ujarnya.  

Laporan ekonomi dalam sepekan ke depan akan menjadi bahan pertimbangan pada dewan di ECB.  

Di antaranya adalah survei pinjaman bank ECB yang dijadwalkan pada Selasa, kepercayaan konsumen pada Rabu, dan indeks manajer pembelian dari seluruh kawasan dan ekonomi besar lainnya, yang akan dirilis pada Kamis, beberapa jam sebelum hasil pembahasan ECB.  

Indikator kunci lainnya seperti kepercayaan bisnis Ifo Jerman yang sangat diperhatikan dan sentimen ekonomi Italia akan dirilis pada Jumat. 

Sementara di AS sendiri, Pejabat Fed tengah berada dalam periode larangan berbicara menjelang pertemuan 29-30 Juli. Kalender data ekonomi AS relatif ringan dan ditandai oleh dua laporan pasar perumahan.

Pada Rabu, data Juni dari Asosiasi Agen Properti Nasional (NAR) diperkirakan menunjukkan perubahan minimal dalam penjualan rumah bekas untuk bulan ketiga berturut-turut. Penutupan kontrak penjualan rumah bekas telah berkisar di tingkat tahunan 4 juta, sedikit di atas level tahun lalu yang merupakan yang terlemah sejak 2010.

Sementara itu, ekonom memperkirakan laporan pemerintah pada Kamis akan menunjukkan penjualan rumah baru sedikit pulih pada Juni setelah mengalami penurunan bulanan terbesar sejak 2022. Kecepatan penandatanganan kontrak rumah baru sebagian besar stagnan selama dua tahun terakhir. 

Pasar perumahan kesulitan untuk mendapatkan momentum karena suku bunga hipotek yang tinggi dan kendala keterjangkauan membuat banyak calon pembeli menunda pembelian. 

Laporan lain termasuk rilis pesanan barang tahan lama Juni pada Jumat, didahului oleh survei manufaktur dan jasa S&P Global untuk Juli pada Kamis.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro