Bisnis.com, JAKARTA — Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menerapkan tarif hingga 200% terhadap produk farmasi impor berpotensi membawa tantangan besar bagi industri farmasi Indonesia.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) Elfiano Rizaldi mengatakan, ekspor farmasi ke AS relatif kecil. Namun, negara-negara yang dikenakan tarif tersebut pastinya akan mencari pasar baru.
“Yang dikhawatirkan obat farmasi impor akan masuk lebih banyak dari negara-negara yang selama ini ekspor ke Amerika, sekarang kena tarif yang tinggi sehingga mencari pasar ekspor baru ke negara Indonesia,” kata Elfiano kepada Bisnis, Jumat (11/7/2025).
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor produk farmasi (HS 30) ke AS mencapai US$14.897 dengan volume 397 kg pada periode Januari-April 2025.
Namun, secara nilai, angka tersebut naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$8.875, sedangkan secara volume turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 596 kg.
Dia menambahkan bahwa selama ini produk farmasi lokal Indonesia belum banyak yang diekspor ke pasar AS. Karena itu, kebijakan tarif tinggi AS terhadap farmasi dinilai belum memberikan manfaat langsung bagi pelaku usaha nasional.
Baca Juga
Peluang ekspor ke AS dari produk farmasi lokal masih minim dan peluang industri dalam negeri dari perang dagang ini juga tidak begitu besar.
Lebih lanjut, Elfiano menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam menjaga keberlangsungan industri farmasi lokal.
Indonesia saat ini telah memiliki lebih dari 200 industri farmasi yang mampu memproduksi seluruh jenis obat yang dibutuhkan untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) dan kebutuhan pasar domestik.
“Pelaku usaha farmasi lokal Indonesia berharap pemerintah tetap menjaga dan membuat kebijakan yang melindungi pelaku usaha farmasi lokal Indonesia, yang saat ini sudah bisa memproduksi semua jenis obat untuk kebutuhan BPJS dan pasar dalam negeri,” tegasnya.
Dia juga mengingatkan agar pemerintah tidak membuka keran impor farmasi secara luas untuk jenis obat yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.
“Artinya, berharap pemerintah tidak membuat kebijakan impor farmasi yang sangat terbuka untuk obat yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri,” ujarnya.