Bisnis.com, JAKARTA — Industri farmasi nasional mengantisipasi dampak dari rencana Presiden Donald Trump memberlakukan tarif sebesar 200% untuk produk obat-obatan yang masuk ke Amerika Serikat (AS).
Rencana pengenaan tarif produk farmasi yang masuk ke AS ini disampaikan Trump usai menghadiri pertemuan kabinet di Gedung Putih, Selasa (8/7/2025).
Trump menyatakan akan menetapkan tarif atas impor produk farmasi yang dapat mencapai 200%. Namun memberikan waktu sekitar satu tahun bagi produsen untuk memindahkan operasional mereka ke dalam negeri.
Dia menyebut pihaknya akan memberi waktu hingga 18 bulan bagi perusahaan untuk kembali ke AS. Setelah itu, mereka akan dikenakan tarif.
“Jika mereka tetap harus membawa obat-obatan ke AS, mereka akan dikenakan tarif sangat tinggi, sekitar 200%. Kami beri mereka waktu tertentu untuk berbenah,” ujar Trump kepada wartawan seperti dikutip dari Reuters, Rabu (9/7/2025).
Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Biofarmasi dan Bahan Baku Obat (AB3O) mengatakan rencana penerapan tarif impor AS 200% atas produk farmasi tidak akan terlalu berdampak pada kinerja ekspor industri dalam negeri. Sebab, AS bukan pasar ekspor utama produk farmasi nasional.
Baca Juga
Ketua Umum AB3O FX Sudirman mengatakan ekspor farmasi buatan lokal ke Negeri Paman Sam itu sangat kecil lantaran pasar AS yang sangat protektif.
“Memang nggak signifikan berpengaruh terhadap industri farmasi nasional,” kata Dirman kepada Bisnis, Rabu (9/7/2025).
Ekspor Produk Farmasi
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor produk farmasi (HS 30) ke Amerika Serikat mencapai US$14.897 dengan volume 397 kg pada periode Januari-April 2025.
Namun secara nilai, angka tersebut naik dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$8.875, sedangkan secara volume lebih tinggi yakni sebesar 596 kg.
“Ekspor produk farmasi ke US kecil sekali, paling jamu, misalnya Tolak Angin dan sejenis. Mereka kan sangat protektif, selain itu bahan obat alam, seperti kratom,” jelasnya.
Senada, produsen Tolak Angin, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) juga memastikan kebijakan Tarif Trump tidak berdampak ke kinerja ekspor perusahaan.
Direktur Keuangan SIDO Budiyanto Muliohardjo mengatakan pangsa pasar produk Sido Muncul ke AS masih di bawah 1%, jauh dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya. Dengan demikian, pemberlakuan tarif oleh Presiden AS Donald Trump tidak akan terlalu berpengaruh ke kinerja total ekspor perseroan.
“Pasar terbesar kami itu ada tiga, Malaysia, Filipina, Nigeria untuk ekspor. Timur tengah ada, cuman lebih kecil dari tiga itu. Terus terang, AS tidak terlalu besar [ekspor],” kata Budiyanto saat ditemui usai agenda Bisnis Indonesia Awards 2025, Senin (30/6/2025).
Perluasan Pasar
Untuk mengantisipasi dampak hilangnya pangsa pasar ekspor AS, pihaknya akan melakukan ekspansi ke pasar-pasar non-tradisional atau negara baru yang belum dijangkau sebelumnya.
Tak hanya itu, SIDO juga merancang strategi memperluas pasar domestik dan memperkuat pemasaran ke generasi muda agar dapat memiliki kesadaran terhadap produk yang legendaris.
Strategi perluasan pasar juga bakal dilakukan emiten produsen farmasi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) untuk mengantisipasi dampak tarif impor tinggi AS.
KLBF memastikan rencana kebijakan pengenaan tarif 200% atas produk farmasi yang masuk ke AS tidak akan berdampak terhadap kinerja perseroan.
Corporate External Communication KLBF Hari Nugroho mengatakan, produk-produk farmasi yang diproduksi perusahaan lebih banyak di ekspor ke negara-negara di wilayah Asean, Asia, dan Afrika.
"Kalbe tidak memiliki eksposur terhadap penjualan produk ke AS sehingga kebijakan ini tidak berdampak signifikan bagi Perseroan," kata Hari kepada Bisnis, Rabu (9/7/2025).
Meski begitu, pihaknya tetap melakukan pemantauan atas perkembangan dari kebijakan tarif Presiden AS Trump yang dinilai dapat menyebabkan ketegangan perdagangan global.