Bisnis.com, JAKARTA — Korea Selatan kembali mendesak Amerika Serikat (AS) untuk menghapus kebijakan tarif impor, termasuk bea masuk yang berdampak pada industri strategis negara seperti otomotif dan baja.
Menteri Perdagangan Korea Selatan, Yeo Han-koo, menyampaikan hal tersebut usai menggelar pertemuan perdananya dengan mitra dagang AS sejak resmi menjabat.
Dalam pernyataan resmi pemerintah yang dikutip dari Bloomberg pada Selasa (24/6/2025), Yeo mengadakan pembicaraan dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer pada Senin waktu setempat di Washington.
Kedua pihak menegaskan kembali komitmen bersama untuk segera mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, meski belum menentukan tenggat waktu yang spesifik.
Yeo menekankan pemerintahan baru di Korea Selatan kini memiliki mandat demokratis yang kuat, sehingga lebih leluasa untuk melanjutkan negosiasi yang sebelumnya tertahan akibat kebuntuan politik. Dia juga menyarankan agar pembahasan tidak hanya berfokus pada tarif, tetapi juga mencakup kerja sama di sektor manufaktur dan teknologi canggih.
Sebagai sekutu utama AS dan pusat manufaktur penting di bidang otomotif, semikonduktor, dan baterai, perusahaan-perusahaan Korea Selatan selama ini terdampak langsung oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
Baca Juga
AS diketahui mengenakan bea masuk hingga 25% terhadap produk-produk asal Korsel, meskipun penerapannya masih ditangguhkan hingga 9 Juli 2025 seiring proses negosiasi dagang yang sedang berjalan.
Pertemuan ini berlangsung di tengah upaya Presiden baru Korsel, Lee Jae-myung, untuk menghidupkan kembali perekonomian yang tertekan akibat ketidakpastian tarif. Ekonomi Korea Selatan yang sangat bergantung pada ekspor turut terkena dampak kebijakan dagang AS, hingga memaksa bank sentral memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 dari 1,5% menjadi hanya 0,8%.
Yeo juga menyampaikan kekhawatiran sektor industri Korsel terhadap kebijakan pengendalian ekspor terbaru yang diterapkan oleh Washington.
Kebijakan ekspor tersebut kini menjadi isu utama dalam negosiasi dagang. AS terus memperketat aturan transfer teknologi, terutama terhadap negara pesaing seperti China.
Namun, langkah ini turut berdampak pada sekutu-sekutu AS seperti Korea Selatan, yang menjadi bagian integral dari rantai pasok global industri teknologi tinggi.