Bisnis.com, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menyoroti masalah takaran Minyakita yang tidak sesuai kemasan yaitu hanya 750–800 mililiter (ml).
Peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana mengatakan jika pemerintah belum melakukan pembenahan dan penindakan yang tegas, maka bukan tidak mungkin masyarakat akan berlabuh ke pilihan lain.
“Selama Minyakita belum ada pembenahan dan belum ditindak, dimungkinkan masyarakat tidak meminati Minyakita,” kata Niti kepada Bisnis, Senin (10/3/2025).
Namun, Niti menyebut sejatinya preferensi masyarakat Indonesia mempertimbangkan masalah harga, termasuk dalam hal minyak goreng. Terlebih, produsen Minyakita tersebar di berbagai daerah, sehingga menjadi hak konsumen untuk memilih.
Meski begitu, YLKI menilai isu Minyakita yang dijual tak sesuai takaran ini membuat masyarakat tidak lagi percaya kepada pemerintah. Apalagi, kata dia, kasus sebelumnya seperti gas elpiji hingga Pertamax oplosan juga tak berselang lama dari adanya kasus Minyakita.
“Hal ini akan menjadi ajang trust issue masyarakat kepada pemerintah. Kasus gas elpiji, Pertamax, dan terakhir Minyakita menjadi pukulan telak bagi pemerintah. Bagaimana bisa produk di bawah penguasaan pemerintah kok ternyata malah banyak yang tidak sesuai dari harga maupun kualitas,” tuturnya.
Baca Juga
Untuk itu, menurutnya, pemerintah harus melakukan evaluasi dan membenahi tata kelola produksi dan distribusi Minyakita hingga konsumsi ke tangan konsumen.
YLKI juga prihatin atas penemuan takaran Minyakita yang tidak sesuai serta penemuan harga yang di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp15.700 per liter. Sebab, kata dia, ini sudah melanggar hak konsumen.
Bahkan, Niti menyebut pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen.
“Konsumen berhak mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha atas selisih harga yang dibayarkan dengan takaran yang tidak sesuai,” ujarnya.
Selain itu, YLKI juga meminta pemerintah melalui Kemendag dan kementerian atau lembaga lainnya untuk menindak tegas pelaku usaha yang nakal.
Niti menyebut pengawasan seharusnya dilakukan saat pre-market alias ketika Minyakita belum beredar di masyarakat, yakni melalui quality control kualitas, kuantitas, dan termasuk harga produk. Serta, dilakukan pengawan post market atau saat produk sudah berada di pasaran.
Dengan begitu, lanjut dia, seluruh rantai pasok dari hulu hingga hilir atau dari produsen sampai ke tangan konsumen terjaga kualitas, kuantitas, dan dikontrol harganya.
Di samping itu, pemerintah juga perlu menggalakkan pengawasan saat momentum Ramadan mendekati Hari Raya Idulfitri atau lebaran lantaran permintaan bahan pokok yang pasti meningkat.
“Pemerintah wajib menjaga kuantitas, kualitas bahan pokok termasuk juga harganya sampai ke tangan konsumen,” pungkasnya.