Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat ketenagakerjaan menyarankan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk mengatur sanksi yang tegas bagi perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.
Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti Aloysius Uwiyono mengatakan bahwa pemerintah harus mengatur ketentuan sanksi dalam Undang-Undang (UU).
“Untuk mencegah PHK sepihak, pemerintah harus mengatur dalam UU yang memberikan sanksi pidana bagi perusahaan yang melakukan PHK sepihak,” kata Aloysius kepada Bisnis, Rabu (26/2/2025).
Aloysius menyebut, PHK sepihak yang dilakukan perusahaan menandakan PHK tanpa perundingan terlebih dahulu dengan pekerja. Alhasil, pekerja secara tiba-tiba terkena PHK tanpa alasan yang jelas.
Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kata Aloysius, PHK harus dirundingkan terlebih dahulu dengan pekerjanya atau dengan Serikat Pekerja (SP) yang mewakili pekerja.
Apabila perundingan PHK tidak mencapai kesepakatan, maka harus diselesaikan melalui mediasi. Namun, jika mediasi tidak menghasilkan penyelesaian akhir, maka bisa diajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Jikalau tidak puas dengan putusan PHI, maka pekerja bisa mengajukannya ke Mahkamah Agung (MA).
Baca Juga
“Putusan MA-lah yang terakhir menentukan besar kecilnya pesangon. Biasanya jumlah pesangonlah yang menyebabkan penyelesaian PHK berlarut-larut.
Dengan demikian perusahaan dilarang melakukan PHK sepihak kepada buruh-buruhnya,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Serikat Perjuangan PT Fastfood Indonesia Tbk. (SP-KFC) bersama dengan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) menuntut agar KFC menghentikan PHK sepihak dan membayar pesangon sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Koordinator Lapangan Aksi SP-KFC Anthony Matondang mendesak agar 11 pekerja KFC Basuki Rahmat Surabaya yang terkena PHK sepihak untuk mendapatkan upah yang belum dibayar selama enam bulan.
Menurutnya, PHK sepihak dilakukan dengan arogansi, tanpa komunikasi dengan pihak pengurus serikat pekerja, dan tanpa musyawarah sesuai Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023.
“Seharusnya KFC memberikan upah pekerja, selain BPJS-nya masih aktif. BPJS-nya masih diaktifkan oleh KFC sampai sekarang. Tapi upahnya tidak dibayarkan. Nah ini adalah kontradiksi. Harusnya kedua-duanya diberikan sesuai dengan amanat undang-undang,” kata Anthony saat ditemui Bisnis di Kantor Kemenaker, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Dia menuturkan bahwa semestinya KFC tidak mengabaikan hak pekerja berupa pembayaran upah sesuai keputusan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Di sisi lain, SP-KFC dan Kasbi juga menolak PHK sepihak yang dilakukan KFC pada Agustus 2024 silam.
Dia menyampaikan bahwa alasan PHK sepihak yang dilakukan KFC lantaran perusahaan telah merugi dan pekerja diberikan 0,5 kali pesangon. Namun, dia menyebut masih banyak gerai KFC yang beroperasi di Tanah Air.
“[Alasan PHK sepihak] awalnya tutup store ini adalah alasannya karena tidak ada perpanjangan kontrak sewa, bukan karena efisiensi,” ujarnya.
SP-KFC dan Kasbi menilai PHK sepihak seharusnya dilakukan upaya dirumahkan sebelumnya, hal ini sesuai dengan PKB KFC Pasal 29 ayat 1. Di mana, substansinya pekerja yang tutup store dirumahkan selama tiga bulan dengan hak upah penuh 100%.
Untuk itu, SP-KFC Kasbi mendesak agar pihak KFC segera mempekerjakan kembali 11 pekerja KFC Basuki Rahmat Surabaya yang di-PHK dengan cara mutasi, seperti halnya serikat pekerja lainnya. Serta, memberikan hak upah pekerja selama proses perselisihan.
Sementara itu, Bisnis telah mencoba menghubungi manajemen KFC untuk meminta tanggapan mengenai hal ini. Kendati begitu hingga berita ini ditayangkan, belum ada respons dari KFC terkait dengan hal tersebut.