Bisnis.com, JAKARTA — Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) diharapkan menjadi langkah pemerintah untuk mengantisipasi agar angka PHK di Indonesia tidak makin besar.
Perlu diketahui, pembentukan Satgas ini bertujuan untuk memitigasi risiko PHK dari perusahaan menyusul kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5%.
Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal berharap Satgas PHK ini bisa menjadi langkah pemerintah untuk mengatasi masalah PHK yang sudah terjadi selama bertahun-tahun.
“Saya harap terbentuknya Satgas PHK ini sebagai bentuk antisipasi pemerintah terhadap kondisi yang sudah terjadi selama bertahun-tahun, termasuk tahun ini dan juga mengantisipasi supaya tidak menjadi lebih parah ke depannya,” kata Faisal kepada Bisnis, Selasa (3/12/2024).
Berdasarkan catatan Bisnis, sebanyak 64.751 pekerja di Indonesia di-PHK per 18 November 2024 hingga pukul 08.45 WIB. Dari angka itu, DKI Jakarta menjadi wilayah penyumbang PHK tertinggi, yakni sebanyak 14.501 tenaga kerja atau berkontribusi sebesar 22,4%.
Menurut Faisal, gelombang PHK salah satunya dipicu dari kondisi ekonomi, di mana saat ini terjadi penurunan daya beli masyarakat. Kendati demikian, Faisal menyampaikan bahwa keberhasilan dari Satgas PHK juga bergantung dari efektivitas dan koordinasi.
Baca Juga
“Dan Satgas PHK ini sebetulnya lebih kepada pengobatan. Yang penting dilakukan pemerintah juga sebetulnya adalah preventif, mencegah jangan sampai terjadinya PHK,” tuturnya.
Untuk itu, lanjut dia, pemerintah perlu menetapkan kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang bisa mencegah gelombang PHK. “Tapi apapun Satgas PHK ini harus betul-betul serius,” imbuhnya.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK). “Lagi disiapkan, tim sama ininya. Ini kan masih rumusan awal,” ujar Yassierli kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Nantinya, Satgas PHK ini akan melibatkan lintas kementerian yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Namun, Yassierli membantah bahwa pembentukan satgas ialah dampak seusai adanya kebijakan kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5%. Menurutnya, kenaikan UMP justru akan meningkatkan daya saing industri yang membutuhkan angin segar dalam menjaga daya beli masyarakat.
Penetapan kenaikan rata-rata upah minimum nasional tahun 2025 sebesar 6,5% pertama kali diumumkan Presiden Prabowo Subianto.
Orang nomor satu di Indonesia itu resmi menaikkan rata-rata upah minimum nasional 2025 sebesar 6,5%. Adapun, untuk upah minimum sektoral akan ditetapkan oleh dewan pengupahan provinsi, kota, dan kabupaten.
Mulanya, Presiden Prabowo menjelaskan bahwa Menaker Yassierli mengusulkan agar kenaikan upah minimum di angka 6%.
“Namun setelah membahas dan melaksanakan pertemuan-pertemuan dengan pimpinan buruh, kita ambil keputusan untuk menaikkan rata-rata upah minimum nasional 2025 sebesar 6,5%,” ujar Presiden Prabowo dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (29/11/2024).
Kemudian, Presiden Prabowo juga menyampaikan bahwa untuk upah minimum sektoral nantinya akan ditetapkan oleh dewan pengupahan provinsi, kota, dan kabupaten. Nantinya, ketentuan lebih rinci terkait upah minimum bakal diatur oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia (UI) Payaman Simanjuntak memandang pengusaha hingga pekerja atau buruh semestinya sudah bisa mengantisipasi kenaikan UMP 2025.
Payaman menuturkan, jika melihat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, rumus dari kenaikan UMP masih tetap berlaku.
“Karena UU baru belum diundangkan. Jadi semua pengusaha, pekerja dan masyarakat sudah bisa mengantisipasi kenaikan upah tahun 2025,” ujar Payaman kepada Bisnis, Jumat (29/11/2024).
Dia memperkirakan inflasi ada di rentang 4–5% dengan pertumbuhan ekonomi per provinsi antara 4–6%, sehingga kenaikan UMP pada 2025 sekitar 6–8%.