Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang memberikan sejumlah catatan terkait rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 mendatang.
Dia menilai bahwa meskipun dianggap perlu untuk menambah penerimaan negara, dampak rencana itu terhadap konsumsi tetap harus diwaspadai. Pasalnya, kenaikan ini berpotensi memicu inflasi harga barang serta melemahkan daya beli masyarakat.
“Jika konsumsi melemah akibat inflasi, pemulihan ekonomi bisa terhambat. Oleh karena itu, keseimbangan antara penyesuaian fiskal dan perlindungan daya beli sangat penting,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (2/12/2024).
Dia lantas menyebut bahwa sejumlah rencana insentif pajak oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dapat mempercepat momentum pemulihan atas situasi tersebut.
Rencana insentif pajak dimaksud antara lain penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 22% menjadi 20%; serta penghapusan pajak properti atau perumahan yang saat ini sebesar 16%, terdiri dari PPN (11%) serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 5%.
Sementara itu pada sektor moneter, Hosianna menyoroti rencana Bank Indonesia (BI) untuk memberikan insentif kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor yang menciptakan lapangan kerja.
Baca Juga
Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025 untuk meningkatkan permintaan barang dan jasa serta membuka peluang kerja baru.
“Program insentif seperti uang muka 0% untuk pembelian rumah dan kendaraan juga diperpanjang hingga Desember 2025, mendorong masyarakat untuk berinvestasi,” lanjutnya.
Dia menyebut bahwa Danamon melihat kebijakan ini sebagai peluang besar bagi nasabah, baik individu maupun pelaku usaha, untuk memanfaatkan situasi pasar yang stabil.
Di sisi lain, pihaknya juga menyatakan optimistisme terhadap pergerakan pasar usai pengumuman Kabinet Merah Putih pada 20 Oktober lalu, terutama setelah Sri Mulyani dilantik kembali menjadi Menteri Keuangan.
Menurutnya, respons positif pasar mencerminkan kepercayaan terhadap Sri Mulyani dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah pemulihan dari dampak pandemi.
Belum Ada Kepastian
Adapun, dalam perkembangan terakhir, pemerintahan Prabowo belum memberi kepastian mengenai rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025.
Kenaikan PPN menjadi 12% adalah mandat dari Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang mengamanatkan PPN 12% mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
Meski demikian, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kemungkinan besar pemerintah akan menunda kenaikan tarif PPN. Menurut Luhut, pemerintah ingin memperbaiki daya beli masyarakat terlebih dahulu.
Pemerintah, kata Luhut, tengah menggodok stimulus bantuan sosial kepada rakyat khususnya kelas menengah sebelum PPN 12% diterapkan.
"Ya hampir pasti diundur [kenaikan PPN jadi 12%], biar dulu jalan tadi yang ini [bantuan sosial]," kata Luhut kepada wartawan, Rabu (27/11/2024).