Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo Dorong Penetapan UMP Secara Bipartit

Apindo mendorong agar penetapan UMP dilakukan dengan melibatkan pekerja dan perusahaan
Buruh melakukan aksi demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (24/10/2024). Para buruh menuntut UU Cipta Kerja dicabut dan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 sebesar 8-10%. — Bisnis/Rika Anggraeni.
Buruh melakukan aksi demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (24/10/2024). Para buruh menuntut UU Cipta Kerja dicabut dan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 sebesar 8-10%. — Bisnis/Rika Anggraeni.

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendorong pemerintah agar penetapan upah minimum ditetapkan secara bipartit, yakni kesepakatan antara pekerja dan perusahaan. 

Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam untuk menyikapi penetapan upah minimum 2025, yang hingga saat ini masih belum jelas aturannya.

“Kita sebenarnya ingin mendorong upah bipartit karena yang paling tahu maju dan mundurnya perusahaan ya perusahaan itu dan serikat pekerjanya,” kata Bob dalam diskusi bersama media, Selasa (26/11/2024).

Di sisi lain, Apindo sebelumnya telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) sebelumnya, Ida Fauziyah. 

Dalam MoU tersebut, pemerintah dan Apindo sepakat untuk mendorong struktur skala upah agar sistem pengupahan semakin membaik ke depannya.

Namun, seiring adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir Oktober 2024, kesepakatan itu tidak dapat diimplementasikan. 

Pelaku usaha mengaku kecewa terhadap pemerintah soal putusan MK yang menganulir sistem pengupahan. Kekecewaan itu bahkan telah disampaikan Apindo kepada Menaker Yassierli.

“Kemarin kita sudah ketemu Pak Menaker dan kita mengungkapkan kekecewaan kami terhadap proses upah minimum,” ungkapnya.

Menurut Bob, persoalan upah minimum sendiri telah berlangsung lebih dari 13 tahun dan Indonesia tak kunjung keluar dari pembahasan tersebut. Akibatnya, negara kerap melewatkan berbagai kesempatan yang justru dapat menghantarkan Indonesia menjadi negara maju.

Misalnya, di awal tahun 90-an, perusahaan elektronik kala itu berminat untuk berinvestasi di Indonesia. Namun, rencana tersebut terpaksa batal lantaran adanya aksi mogok.

Akibatnya, kata dia, investor di sektor ini akhirnya memiliki berinvestasi di Malaysia dibandingkan Indonesia. Belum lagi, aturan pengupahan yang kerap berubah-ubah dalam waktu dekat.

Ilustrasi upah
Ilustrasi upah

“Dan sampai 13 tahun belum selesai. Kita sampaikan kepada Menteri, kita kecewa,” pungkasnya. 

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengamini bahwa dalam waktu dekat pemerintah akan segera merilis Peraturan Menteri (Permen) terkait dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025. 

Hal ini disampaikannya kepada wartawan usai menghadap Presiden Prabowo Subianto untuk melaksanakan rapat terbatas (ratas) terkait dengan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (25/11/2024).

“Saya punya target akhir bulan ini. Ya, paling lambat awal bulan depan ya, semoga akhir bulan ini peraturan menterinya bisa keluar,” ujarnya kepada wartawan. 

Lebih lanjut, dia mengaku bahwa dalam diskusi alot bersama Kepala Negara yakni selama 2 jam itu, dirinya menyampaikan dengan progres instansi dalam penyusunan UMP.

Yassierli mengaku secara penuh mendengarkan arahan dari orang nomor satu di Indonesia itu. Kendati demikian, terkait dengan hasil pembahasan dia menyebut belum bisa menyampaikannya kepada publik.

 “Kami masih harus merumuskan karena banyak pertimbangan yang harus kita perhatikan. Tentu UMP ini kan filosofisnya kita harus bisa menyeimbangkan, bagaimana meningkatkan penghasilan dari buruh dan tetap memperhatikan daya saing usaha,” ucapnya. 

Dia mengami bahwa berdasarkan Pasal 29 PP Nomor 51 Tahun 2023, terkait dengan penetapan UMP, harus ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat pada 21 November tahun berjalan.

Namun, dia melanjutkan saat ini ada kondisi berbeda dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga aturan tersebut belum bisa keluar di batas waktu yang ditentukan. 

“Kami masih punya waktu sebenernya, kalau mengacu ke tanggal yang di PP kan sudah lewat ya, tadi saya sampaikan ini kondisinya memang berbeda dengan adanya putusan MK, Tunggu aja. Tentu tadi ya setelah kami mendengar arahan dari Presiden,” imbuhnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper