Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan perubahan skema penyaluran subsidi listrik bisa sama dengan rancangan skema penyaluran BBM.
Adapun perubahan skema penyaluran listrik subsidi kepada pelanggan itu dilakukan agar peruntukannya tepat sasaran. Maklum, saat ini subsidi listrik masih dinikmati oleh golongan masyarakat mampu. Bahlil mengatakan saat ini ada tiga opsi untuk perubahan skema penyaluran listrik.
"Beberapa alternatif, tiga alternatif untuk cari mana yang terbaik," ucap Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, kamis (14/11/2024).
Pertama, penyaluran secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT). Dengan konsep ini, maka harga listrik kemungkinan dipasarkan di harga pasar.
Kedua, skema subsidi listrik tetap berbentuk barang khusus fasilitas umum seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan fasilitas publik lainnya. Selain itu, sisanya lewat BLT.
Artinya, fasilitas umum seperti tempat ibadah dan rumah sakit akan mendapat harga listrik khusus yang lebih murah, sedangkan masyarakat yang layak diberikan BLT.
Baca Juga
Ketiga, skema kombinasi antara BLT dan subsidi terbuka seperti yang berlaku saat ini. Artinya, pada opsi kedua, harga listrik dinaikkan lebih tinggi, tetapi masih disubsidi yang kemudian kenaikkan harganya dikompensasi lewat BLT.
Kendati, Bahlil belum bisa menentukan skema mana yang bakal dipilih. Sebab, dirinya harus melaporkan terlebih dahulu kepada Presiden Prabowo Subianto.
Bahlil berjanji akan melapor kepada Prabowo usai orang nomor satu di Indonesia itu pulang dari lawatan ke luar negeri.
"Kami akan melaporkan kepada Bapak Presiden, begitu Bapak Presiden tiba di Republik Indonesia, dan kesempatan pertama kalau kami diterima kami akan melaporkan," tutur Bahlil.
10,6 Juta Orang Kaya Nikmati Subsidi Listrik
Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) mengungkapkan subsidi listrik masih dinikmati oleh 10,6 juta pelanggan PT PLN (Persero) yang tidak masuk dalam kategori miskin.
Adapun potensi kerugian negara dari subsidi listrik tidak tepat sasaran itu mencapai Rp1,2 triliun per bulan.
Angka tersebut didapatkan dari survei pencatatan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang mencatat sebanyak 33 juta masyarakat penerima subsidi listrik 450 VA dan 900 VA pada 2023.
Koordinator Pelaksana Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Pahala Nainggolan mengatakan pihaknya dalam 2 tahun terakhir telah meminta PT PLN sebagai penyalur untuk memadankan data ID pelanggan yang dimiliki dengan NIK dan data Dukcapil.
Namun, data per April 2023 menunjukkan baru 42,7% atau 33 juta pelanggan PLN yang sudah disesuaikan dengan NIK. Sementara itu, 10,6 juta penerima subsidi listrik dipastikan tidak tepat sasaran, 8,7 juta diantaranya merupakan penerima subsidi listrik 450 VA yang tidak masuk dalam DTKS.
"Ini sedikitnya Rp1,2 triliun, kalau ini cepat dijalanin jangan-jangan lebih banyak banyak lagi angka [penerima] yang gak berhak," kata Pahala di Kantor KPK C1, Rabu (13/11/2024).
Lebih rinci, dia menerangkan sebanyak 1 juta penerima subsidi listrik 450 VA memiliki saluran listrik lebih dari satu, sedangkan 866.060 penerima subsidi listrik 900 VA telah terdeteksi meninggal dunia.
Dia menerangkan angka tersebut didapatkan dari perhitungan kuota dan jumlah anggaran yang disalurkan pemerintah ke PT PLN untuk program subsidi listrik sebesar Rp50,5 triliun pada 2023.