Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan belum akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok pada 2025.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Fajry Akbar menuturkan pada dasarnya, tarif CHT menganut struktur tarif multi-tarif yang ditentukan dari golongan dan jenis rokok. Di mana tarif tersebut akan mempengaruhi Harga Jual Eceran (HJE) rokok di pasaran.
Fajry mendorong pemerintah untuk memperjelas rencana yang akan diambil dalam mengendalikan konsumsi rokok dari batalnya kenaikan tarif tersebut.
"Apakah, menaikan HJE untuk lapisan tarif yang lebih rendah saja? Atau menyamakan besaran HJE dengan lapisan lebih rendah? Jadi mirip simplifikasi tapi HJE saja yang disamakan?" ungkap Fajry, Selasa (24/9/2024).
Adapun, saat ini tarif cukai rokok tertinggi berada pada jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan 1 yang senilai Rp1.231 per batang/gram.
Dalam dua tahun terakhir, pemerintah sebenarnya telah menerapkan tarif multiyears untuk 2023—2024. Rata-rata kenaikan tarif cukai per tahunnya untuk seluruh golongan sekitar 10%.
Baca Juga
Sementara sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 5% per tahun mulai tahun depan.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono melihat keputusan tidak naiknya tarif cukai tersebut didasarkan dengan keinginan pemerintah untuk mengendalikan fenomena downtrading rokok.
Pasalnya, dalam dua tahun terakhir pemerintah mencatat adanya penurunan produksi rokok Golongan I. Sementara produksi Golongan II dan III justru melonjak.
Di mana cukai rokok menyumbang pendapatan negara senilai Rp132,8 triliun atau tumbuh 4,7% (year on year/YoY). Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh kenaikan produksi rokok Golongan II dan Golongan III, di tengah tarif cukai rokok Golongan I yang terlampau tinggi.
"Fokus pemerintah ada pada fenomena downtrading rokok yang marak saat ini. Setelah ada penyesuaian tarif CHT di periode sebelumnya, terjadi peralihan konsumsi rokok ke jenis yang lebih murah," jelasnya.
Tujuannya, Prianto melihat agar fenomena peralihan konsumsi tersebut tidak terjadi lagi. Alhasil, pemerintah perlu menelaah kembali kebijakan penggolongan rokok yang saat ini ada.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani menyampaikan meski tidak ada kenaikan tarif cukai, sejauh ini pemerintah baru merencanakan penyesuain harga jual di level industri.
"Tentunya nanti akan kami review dalam beberapa bulan ke depan untuk bisa dipastikan mengenai kebijakan yang akan ditetapkan pemerintah," ungkapnya kepada Wartawan, Senin (23/9/2024).