Kinerja HK dan WSKT
Berkaca dari laporan keuangan semester I/2024, kinerja WSKT dan HK saling bertolak belakang. WSKT berkutat dengan kerugian, sedangkan HK mencetak rekor laba.
WSKT tercatat membukukan rugi bersih sebesar Rp2,15 triliun pada semester I/2024, membengkak 4,18% secara tahunan (year-on-year/YoY) dari posisi rugi sebesar Rp2,07 triliun pada semester I/2024.
Rugi WSKT semester I/2024 itu disebabkan membengkaknya beban keuangan. Beban keuangan bagian rugi bersih perseroan tercatat sebesar Rp2,29 triliun, naik 10,60% YoY.
WSKT membukukan pendapatan usaha sebesar Rp4,47 triliun, turun 15,19% YoY. Pendapatan jasa konstruksi berkontribusi paling besar yakni senilai Rp3,12 triliun, turun 28,17% YoY.
Selanjutnya ada pendapatan dari penjualan precast sebesar Rp610,96 miliar dan pendapatan jalan tol senilai Rp463,34 miliar. Sisanya berasal dari pendapatan properti, penjualan infrastruktur, pendapatan hotel dan sewa gedung.
Seiring dengan meningkatnya pendapatan, WSKT mampu menekan beban pokok penjualan menjadi Rp3,87 triliun, turun 19,42% YoY. Alhasil, laba bruto WSKt sebesar Rp595,49 miliar.
Baca Juga
Setelah dikurangi sejumlah beban, termasuk beban keuangan bagian dari rugi bersih yang sebesar Rp2,29 triliun, rugi sebelum pajak WSKT menjadi Rp2,56 triliun.
Adapun, total liabilitas WSKT ialah sebesar Rp82,01 triliun, turun 2,35% dari Desember 2023, sementara aset WSKT ialah sebanyak 91,10 triliun, turun 4,70% dibandingkan posisi akhir 2023.
Dari lantai bursa, saham WSKT telah disuspensi lebih dari 1 tahun. Alasan suspensi Waskita lantaran perseroan gagal membayar utang obligasi jatuh tempo yakni Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019 Seri B senilai Rp1,36 triliun, dengan bunga tetap 9,75% per tahun.
Surat utang ini memiliki jangka waktu lima tahun, dengan masa jatuh tempo 16 Mei 2024. WSKT kini berburu dengan waktu untuk keluar dari tekanan keuangan dan risiko delisting jika disuspensi hingga Mei 2025.
Kinerja Hutama Karya
Di sisi lain, Hutama Karya atau HK mencetak laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp388,41 miliar pada semester I/2024, naik signifikan jika dibandingkan capaian semester I/2023 yang senilai Rp23,36 miliar.
Laba HK itu lebih besar jika dibandingkan emiten konstruksi pelat merah lainnya seperti ADHI yang sebesar Rp13,77 miliar ataupun PTPP yang sebesar Rp182,41 miliar.
HK melaporkan membukukan pendapatan usaha sebesar Rp12,44 triliun pada semester I/2024, turun tipis dari posisi Rp12,48 triliun pada semester I/2023. Namun, HK mampu menekan beban pokok pendapatan menjadi Rp10,61 triliun, turun 3,07% YoY.
Setelah dikurangi sejumlah beban lain termasuk biaya keuangan yang senilai Rp1,16 triliun, laba periode berjalan menjadi sebesar Rp396,43 miliar.
Direktur Utama Hutama Karya, Budi Harto mengatakan bahwa total aset perusahaan sebesar Rp188,77 triliun, naik kenaikan 28,79% (YoY). Dari sisi EBITDA, perusahaan membukukan realisasi sebesar Rp1,7 triliun, sementara ekuitas perusahaan meningkat signifikan.
“Posisi ekuitas hingga adalah Rp135,62 triliun dengan peningkatan 57,87% YoY atau sebesar Rp 49,7 Triliun. Peningkatan ekuitas ini diiringi dengan penurunan liabilitas perusahaan sebesar 12,40% YoY, yang kini mencapai Rp53,2 triliun,” ujarnya dalam keterangan resmi baru-baru ini.
Budi menjelaskan kenaikan ekuitas dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, pada akhir tahun 2023, perusahaan berhasil kembali menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) yang berkontribusi pada peningkatan ekuitas.
Kedua, raihan laba bersih yang berhasil dibukukan pada semester I/2024, menunjukkan peningkatan signifikan dari periode yang sama di tahun 2023.
Adapun, penurunan liabilitas disebabkan oleh pelunasan pinjaman terkait Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) atas hasil dari asset recycling pada akhir Juni 2023 lalu.
"Ini juga merupakan upaya perusahaan dalam mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan serta kemampuannya dalam menghadapi tantangan ekonomi dan industri," jelasnya.
Hingga sejauh ini, HK memperoleh kontak baru sebesar Rp12,4 triliun di mana segmen dengan kontribusi terbesar pada perolehan kontrak baru bersumber dari sektor Jalan dan Jembatan sebesar 69,54%, disusul sektor proyek infrastruktur air sebesar 16,24%.
“Proyek-proyek BUMN mendominasi perolehan kontrak baru Hutama Karya dengan kontribusi mencapai 71,53%, disusul oleh proyek pemerintah sebesar 21,09% dan proyek swasta sebesar 7,38%. Hutama Karya optimistis dapat terus mengejar kontrak baru di sisa tahun 2024 sesuai target,” imbuhnya.
-----------------------------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.