Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) berencana mendatangkan bibit sapi perah dari Brasil untuk program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran.
Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono menuturkan bahwa Indonesia masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan susu dari dalam negeri seiring dengan produksi yang minim.
Menurutnya, alih-alih mengandalkan impor susu sepenuhnya untuk program tersebut, impor bibit sapi perah bisa memberikan manfaat dalam jangka panjang. Akan tetapi, masih diperlukan biaya besar dan waktu yang tidak singkat untuk mengembangkan populasi dan budidaya sapi perah.
"Ada orang mengatakan atas nama efisiensi kita impor bubuk [susu] aja lebih efisien, tetapi membangun negara bukan masalah efisien. Membangun negara itu ada pertumbuhan, lapangan kerja, mutliplier effect, kita mendorong bagaimana peningkatan produksi [susu] kita," ujar Sudaryono saat ditemui usai konferensi pers RAPBN 2025 di Kantor Ditjen Pajak, Jumat (16/8/2024).
Dia membeberkan bahwa iklim tropis dan produktivitas susu yang rendah di Indonesia bukan menjadi alasan untuk mengandalkan impor. Menurutnya, Kementan tengah berupaya menggaet Brasil untuk bekerja sama dalam impor sapi perah ke Indonesia.
Brasil dipilih karena dianggap menjadi salah satu negara iklim tropis yang telah berhasil mengembangkan budidaya sapi perah hingga industri susu.
Baca Juga
"Ada negara yang mirip kita dan berhasil namanya Brasil. Itu negara tropis sama kayak kita, jadi kalau kita impor sapinya dari Selandia Baru itu beda, kita harus mendatangkan sapi yang biasa hidup dengan alam tropis," jelasnya.
Sudaryono optimistis dengan mendatangkan bibit sapi perah dari Brasil dapat mengurangi ketergantungan impor susu nasional secara bertahap.
"Kita sedang bahas intensif untuk susu, populasinya kecil, konsumsinya besar, kita selama ini dininabobokan dengan impor. Kita mau atur gimana supaya kita kurangi impor. Syukur-syukur bisa swasembada," katanya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Senin (22/7/2024), Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman, membeberkan bahwa pihaknya telah dimintai untuk mendukung program susu gratis di pemerintahan selanjutnya itu dengan melakukan impor sapi.
Musababnya, kata Adhi, produksi susu dalam negeri saat ini belum mumpuni untuk memenuhi kebutuhan program populis tersebut. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan susu di kalangan industri saat ini pun, sebanyak 80% juga masih dipasok dari luar negeri alias impor.
"Ya beberapa produsen anggota Gapmmi diminta untuk mendukung program pengadaan sapi," ujar Adhi saat ditemui di Kawasan Senayan, Senin (22/7/2024).
Kendati begitu, menurutnya impor sapi perah tidak bisa dilakukan secara serta-merta. Ada banyak faktor dan persiapan yang perlu dipertimbangkan.
Menurutnya, kecocokan iklim dan lingkungan menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengimpor sapi perah. Indonesia yang merupakan wilayah tropis cenderung menghasilkan susu lebih sedikit dibandingkan negara subtropis seperti Eropa atau sebagian wilayah Australia.
Misalnya saja, Adhi menyebut rata-rata produktivitas sapi perah di Benua Biru bisa mencapai sekitar 40-50 liter per hari, sedangkan di Indonesia rata-rata hanya menghasilkan susu sekitar 12-15 liter per hari.
Bahkan, produsen susu skala besar di Indonesia seperti Greenfield saja, produktivitas sapinya hanya di kisaran 20 - 25 liter per hari.