Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Melambat, Ekonom Sarankan Pemerintah Pangkas Tarif PPn jadi 8%

Penundaan kenaikan tarif PPn atau pemangkasan tarif PPn dinilai perlu untuk menstimulus konsumsi domestik
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) menyarankan kepada pemerintah untuk menunda rencana penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. 

Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai alih-alih mengerek besaran PPN, pemerintah justru perlu merevisi PPN untuk turun di level 8% - 9%. Hal itu dilakukan guna menstimulus konsumsi domestik.

“Tunda dulu kenaikan PPn menjadi 12%. Kalau bisa turunkan PPN menjadi 8%-9% untuk menstimulus konsumsi domestik,” jelasnya dalam Celios Bi Weekly, dikutip Selasa (6/8/2024).

Di samping itu, Bhima juga berpandangan pemerintah perlu untuk mempertimbangkan pemberian insentif bebas pajak penghasilan (PPh) bagi sejumlah kalangan. Hal itu dilakukan untuk tetap menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.

“Penghasilan karyawan di bawah Rp7 juta [bisa dipertimbangkan] PPh-nya ditanggung pemerintah. Ini menjadi stimulus hingga uang yang dibayarkan pajak bisa digunakan konsumsi,” tambahnya.

Sementara itu, dalam perkembangan terbaru, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa Keputusan menaikkan tarif PPN menjadi 12% tahun depan akan sepenuhnya diserahkan pada pemerintahan Prabowo – Gibran.

“Mengenai [kenaikan tarif] PPN, kami serahkan pada pemerintahan baru,” katanya

Adapun, pemerintah akan kembali menaikkan tarif PPN sebesar 1%, dari semula 11% menjadi 12%. Kebijakan ini rencananya berlaku pada tahun depan atau per 1 Januari 2025.  

Payung hukum kebijakan tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang - Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).  

“Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025,” tulis ayat (1) Pasal 7 Bab IV beleid tersebut.  

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal I/2024 yang tercatat sebesar 5,11% yoy maupun dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal II/2023 yang sebesar 5,17% yoy.

Sementara itu, konsumsi rumah tangga pada kuartal II/2024 tumbuh hanya 4,93% yoy, lebih pelan dari kinerja periode yang sama tahun lalu mencapai 5,23% yoy.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper