Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Perindustrian telah sepakat untuk moratorium atau menangguhkan izin proyek baru smelter nikel dengan teknologi pirometalurgi rotary klin-electric furnace (RKEF).
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pasokan dari smelter yang memproduksi nickel pig iron (NPI) mulai berlebih. Moratorium menjadi kunci untuk meminimalisir penggunaan sumber daya bijih nikel yang semakin menipis.
"Moratorium lah, setop dulu aja, tidak boleh ada lagi. Sesudah itu baru kita pikirin agar kita arahkan dia supaya bikin ini. Jadi tentu saja kita melihat konstelasi demand internasional. Perindustrian juga sudah sepakat tidak ada lagi tambahan baru untuk RKEF," kata Arifin, dikutip Sabtu (3/8/2024).
Adapun, dia menerangkan bahwa saat ini potensi sumber daya bijih nikel dalam negeri tersisa 17 miliar ton dengan cadangan sebesar 5 miliar ton. Sementara itu, produksi tahun ini diperkirakan mencapai 240 juta ton sesuai rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) perusahaan tambang.
Arifin menegaskan smelter yang memproduksi komoditas dengan nilai tambah rendah mesti dihentikan. Saat ini, smelter di Tanah Air mencakup bauksit, nikel, besi, dan tembaga. Indonesia kini dinilai perlu fokus menghasilkan produk intermediate atau setengah jadi yang belum ada saat ini.
"Harus kita kendalikan betul sehingga memang inginnya mempunyai prospek nilai tambah yang lebih baik, menyiapkan tenaga kerja lebih baik, serta mendukung transisi energi kita," jabar Arifin.
Baca Juga
Dalam catatan ESDM, fasilitas pemurnian yang mengolah empat jenis mineral itu telah menghasilkan produk intermediate. Dari tujuh smelter bauksit mampu memproduksi smelter grade alumina dan chemical grade alumina.
Selanjutnya, tujuh smelter nikel mampu memproduksi feronikel, NPI, dan nickel matte. Sedangkan smelter besi menghasilkan sponge iron dan pig iron, serta satu smelter tembaga yang memproduksi Cu Annode, Cu Cathode, dan Cu Concen trate.
Adapun, produk intermediate yang belum tersedia di Tanah Air adalah fasilitas pemurnian untuk menghasilkan mixed hydroxide precipitate (MHP), sinter, anode slimes, serta gypsum.
"Ini yang perlu kita dorong bagaimana supaya ini bisa cepat jalan. Kita juga sedang mengevaluasi industri-industri yang memang nickel base, yang menghasilkan nilai tambah yang tidak tinggi dan sudah mulai sunset itu kita evaluasi, untuk tidak dilakukan lagi pengembangan pembangunan pabrik-pabrik baru," terangnya.
Dalam hal ini, pemerintah terus menggenjot pemanfaatan sumber daya mineral untuk mendorong transisi energi melalui ekosistem kendaraan listrik hingga sumber energi baru terbarukan (EBT).