Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggambarkan volatilitas harga komoditas yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir yang naik turun bak wahana roller coaster. Kondisi ini dikhawatirkan masih menjadi tantangan perekonomian dan keuangan negara atau APBN ke depan.
Hal ini disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran DPR RI dengan agenda penyampaian kerangka ekonomi makro & pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) dan rencana kerja pemerintah (RKP) tahun anggaran 2025.
Pada kesempatan tersebut, Sri Mulyani sempat melontarkan candaan dirinya yang tidak berani naik wahana roller coaster. Pasalnya, dia telah menghadapi naik turunnya roller coaster setiap hari saat mengelola APBN.
“Ini untuk memberikan gambaran bagaimana volatilitas itu sebagai roller coaster. Saya tidak berani main roller coaster, tidak berani karena setiap hari sudah menghadapi roller coaster di APBN,” tuturnya.
Sri Mulyani mencontohkan komoditas yang sangat volatil, yaitu harga minyak brent yang sempat berada pada level US$115 per barel pada 2014. Harga minyak global yang sebelumnya sebesar US$80 per barel pada US$80 per barel.
Lebih lanjut, dia mengatakan harga minyak brent sempat kembali anjlok hingga mencapai US$28 per barel pada 2016 yang kemudian naik ke level US$60 per barel.
Baca Juga
Pada saat pandemi Covid-19, pada 2020, harga minyak brent jauh ke level US$23 per barel, terendah dalam 5 dekade. Harga komoditas ini pun naik ke level US$120 per barel akibat terjadinya perang Ukraina dan Rusia.
“Kemudian melorot di US$65 per barel, naik lagi di US$90 per barel. Kenaikan dan penurunan harga seperti ini jelas mempengaruhi APBN dan ekonomi kita,” jelas Sri Mulyani.
Dia juga mencontohkan harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang sempat mencapai US$1.200 per metrik ton pada 2010-2011 dan sempat turun ke sekitar US$500 per metrik ton pada 2016.
"Sementara pada 2022, harga minyak kelapa sawit menanjak tinggi hingga mencapai US$1.511 per metrik ton, juga akibat perang Rusia dan Ukraina," tuturnya.