Bisnis.com, JAKARTA - Lima bulan jelang lengser, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai memberi isyarat bahwa pemerintah siap memangkas subsidi energi yang nilainya digadang-gadang mencapai Rp67,1 triliun. Benarkah demi program makan siang gratis Presiden terpilih Prabowo Subianto?
Rencana pemerintahan Jokowi untuk mengevaluasi subsidi energi, termasuk listrik dan BBM, tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. Seperti diketahui, KEM-PPKF 2025 sudah ditetapkan Kementerian Keuangan untuk dasar belanja pemerintahan Prabowo Subianto.
Mengacu dokumen tersebut, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menargetkan keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi pada APBN 2025 dapat menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp67,1 triliun per tahun.
Reformasi subsidi itu dilakukan di antaranya lewat kenaikan kembali tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga kaya golongan 3.500 volt ampere (VA) ke atas (R2 dan R3) serta golongan pemerintah (P1, P2, P3).
Selain reformasi kompensasi dan subsidi di bidang kelistrikan, pemerintah juga menyasar pada kategori konsumen untuk komoditas liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) dan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite sekaligus Solar.
Pemerintah menargetkan pengendalian penerima subisidi LPG 3 Kg dapat mengurangi konsumsi tabung gas melon itu sebesar 1 juta ton per tahun.
Baca Juga
Selanjutnya, pengetatan penerima subisidi Pertalite dan Solar ditargetkan dapat memangkas volume konsumsi bahan bakar minyak itu sebesar 17,8 juta KL per tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penyaluran subsidi APBN selama Januari-April 2024 menjadi Rp51,8 triliun. Jumlah tersebut turun 16,4% dari periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), yaitu sebesar Rp62 triliun.
Menurutnya, penurunan belanja subsidi sejak awal tahun ini April 2024 lantaran berkurangnya subsidi energi, khususnya dari komoditas Bahan Bakar Minyak (BBM).
Dari realisasi total subsidi Rp51,8 triliun selama 4 bulan, sebesar Rp 42,4 triliun merupakan penyaluran subsidi energi dan subsidi nonenergi sebesar Rp9,4 triliun.
"Untuk [belanja] subsidi, mengalami penurunan dari Rp62 triliun ke Rp51,8 triliun. Ini turun tajam tentu kita lihat nanti perkembangannya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (27/5/2024).
Terkait rencana evaluasi atau pemangkasan subsidi energi, Sri Mulyani menyampaikan bahwa rencana soal efisiensi melalui pengurangan volume BBM jenis Pertalite dan Solar tersebut masih dalam skala besar.
“Nggak juga [pemangkasan], nanti kita lihat lah, ini masih postur besar banget, nanti ktia lihat dari pandangan fraksi-fraksi DPR, nanti kita makin pertajam posturnya, kita akan diskusikan di Badan Anggaran [Banggar],” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kemenkeu, Senin (27/5/2024).
Sri Mulyani menjelaskan pihaknya akan mengkalibrasi lagi kebutuhan energi pada tahun depan atau untuk pemerintahan Prabowo usai berdiskusi dengan DPR.
Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Wahyu Utomo mengatakan kementeriannya bakal tetap mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian dalam menerapkan penyesuaian kembali penyaluran subsidi dan kompensasi energi di tengah masyarakat.
“Reformasi subsidi dilakukan secara bertahap dengan tetap mempertimbangkan daya beli masyarakat, kondisi perekonomian dan momentum yang tepat,” kata Wahyu kepada Bisnis, Senin (27/5/2024).
Wahyu mengatakan tantangan subsidi saat ini adalah belum tepatnya sasaran penerima yang menyebabkan beban kompensasi dan subsidi terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Sehingga perlu didorong lebih tepat sasaran sehingga lebih berkeadilan dan efektif memberi manfaat bagi masyarakat,” tuturnya.
Titah Jokowi Batasi Pertalite
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar aturan terkait pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar subsidi dapat segera diterbitkan.
Adapun, aturan tersebut bakal tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati mengatakan, revisi Perpres tersebut saat ini masih terus dibahas.
"Terkait dengan revisi Perpres 191 itu sedang dibahas terus menerus saat ini karena terakhir memang ada arahan dari Presiden untuk segera diterbitkan," kata Erika saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Senin (27/5/2024).
Jokowi memastikan bahwa pemerintah akan melihat kondisi keuangan negara sebelum mengevaluasi penggunaan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada Juni mendatang.
Hal ini disampaikan olehnya saat memberikan sambutan di agenda Inaugurasi Menuju Ansor Masa Depan di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024).
“Semuanya dilihat fiskal negara. Mampu atau tidak mampu, kuat atau tidak kuat. Harganya, harga minyaknya sampai seberapa tinggi,” ujarnya kepada wartawan.
Lebih lanjut, orang nomor satu di Indonesia itu pun melanjutkan bahwa pemerintah akan selalu mengkaji secara matang terkait dengan kebijakan yang akan berkorelasi dengan masyarakat.
“Semuanya akan dikalkulasi, semua akan dihitung, semua akan dilakukan lewat pertimbangan yang matang karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Bisa memengaruhi harga, bisa memengaruhi semuanya kalau urusan minyak,” pungkas Jokowi.
Makan Siang Gratis
Rencana pembiayaan program makan siang gratis dan evaluasi subsidi energi sudah digaungkan sejak tahun lalu oleh kubu calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, dalam wawancara khusus bersama Bloomberg Television, Kamis (15/2/2024).
“Kami akan membiayai program ini [makan siang gratis] dengan evaluasi subsidi [energi dan BBM] yang tidak dibutuhkan,” ungkapnya, dikutip Jumat (16/2/2024).
Pimpinan Komisi VII DPR RI ini menjelaskan pernyataannya bahwa alokasi subsidi energi sebesar Rp500 Triliun pada 2023 dan Rp350 triliun pada 2024 untuk Pertalite dan LPG.
Dia menilai 80 persen dari subsidi energi tersebut justru dinikmati oleh mereka yang tidak berhak menerimanya, seperti masyarakat yang mampu dan juga industri.
"Dalam wawancara itu, saya jelaskan bahwa 80 persen subsidi energi yang salah sasaran dan dinikmati mereka yang tidak berhak ini akan diatur kembali agar lebih tepat sasaran, yakni kepada mereka yang tidak mampu dan membutuhkan seperti UMKM," jelasnya.
Presiden Terpilih Indonesia Prabowo Subianto mengatakan bahwa dirinya telah memiliki strategi agar program makan siang gratis dibiayai APBN.
Salah satunya adalah dengan memangkas program tak esensial sehingga dapat digunakan dengan maksimal, termasuk untuk membiayai program makan siang gratis dan susu gratis.
Hal tersebut disampaikan Prabowo pada acara Qatar Economic Forum di Doha, Qatar, Rabu, sebagaimana diikuti dari siaran langsung YouTube Bloomberg TV, seperti dilansir dari Antaranews.
“Kami telah mempelajari ini. Kami telah menghitung angka-angkanya, dan kami percaya diri akan dapat mewujudkan itu,” kata Prabowo.
Di sisi lain, ekonom mewanti-wanti dampak pemangkasan subsidi energi terhadap perekonomian Indonesia, khususnya konsumsi masyarakat.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal berpendapat rencana perampingan anggaran kompensasi dan subsidi energi bakal kembali menekan daya beli masyarakat di tengah tren pelemahan saat ini.
“Secara umum ini akan ada potensi penurunan daya beli, ketika sudah diberlakukan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat tidak membaik,” kata Faisal saat dihubungi, Senin (27/5/2024).