Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fitch Wanti-Wanti Defisit APBN Melebar ke 3%, Terdongkrak Program Makan Siang Gratis Cs

Fitch Rating mewaspadai risiko kenaikan defisit APBN ke 3% pada tahun ini dan tahun depan, salah satunya karena program makan siang gratis.
Logo Fitch Ratings./ Dok Istimewa.
Logo Fitch Ratings./ Dok Istimewa.

Bisnis.com, JAKARTA – Fitch Ratings, lembaga pemeringkat kredit internasional, mewaspadai potensi pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga mendekati level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun ini dan tahun depan. 

Head of Asia-Pacific Sovereigns Fitch, Thomas Rookmaaker, menyampaikan bahwa pelebaran defisit ini menjadi suatu langkah yang besar oleh pemerintah karena defisit APBN 2023 berada di angka 1,65% dari PDB. 

Terlebih, pemerintah baru tampaknya akan melakukan belanja besar-besaran melalui program populisnya. 

“Kami yakin pemerintah berikutnya akan mencoba membelanjakan lebih banyak. Jadi, ada sejumlah janji kampanye yang juga berarti pengeluaran yang lebih tinggi termasuk program makan [siang gratis],” ujarnya di Mandarin Oriental, Rabu (15/5/2024).  

Meski demikian, Thomas bersama lembaganya meyakini pemerintah akan mampu menjaga defisit sesuai ketentuan di bawah 3%. 

“Asumsi kami, pada pemerintah berikutnya defisit akan tetap berada di bawah batas defisit 3%, di angka 2,9%,” lanjutnya. 

Pasalnya, Thomas menuturkan peringkat kredit Indonesia terancam bila defisit melampaui 3% karena mendorong kenaikan rasio utang terhadap PDB. 

Per Maret 2024, Fitch mempertahankan peringkat utang atau rating credit Indonesia pada posisi BBB dengan outlook stabil. 

Pada periode tersebut pula, utang pemerintah tercatat mencapai Rp8.262,10 triliun atau setara dengan 38,79% terhadap PDB Indonesia dan menjadi yang tertinggi sepanjang masa.

Untuk mengimbangi defisit yang lebar, Thomas melihat pemerintah Indonesia dapat mendorong penerimaan negara yang lebih tinggi untuk menghindari utang lebih banyak. 

Satu hal yang pasti, lanjut Thomas, penerimaan negara tidak dapat dikerek dalam waktu yang singkat.

“Misalnya, apa yang dilakukan pemerintah dengan cukup berani selama masa-masa sulit adalah menaikkan tarif PPN. Jadi, itu adalah sinyal yang cukup kuat bahwa mereka ingin meningkatkan rasio pendapatan. Tapi ya, hal ini akan menjadi proses yang bertahap,” katanya. 

Sebagaimana pemerintah yang akan kembali menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2025 sebesar 1% menjadi 12%. Hal tersebut dilakukan demi mengerek penerimaan negara. 

Pada tahun ini, pemerintah telah memutuskan untuk melebarkan target defisit dari 2,29% menjadi maksimal 2,8% terhadap PDB. 

Terkereknya defisit ini karena pemerintah harus mengeluarkan belanja yang cukup besar pada paruh pertama 2024. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper