Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi AS Sesuai Prediksi, Pasar Makin Yakin The Fed Segera Pangkas Suku Bunga

Data inflasi AS Juli sesuai prediksi, meningkatkan keyakinan pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada September 2025.
Suasana di depan dedung Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat. Reuters/Joshua Roberts
Suasana di depan dedung Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat. Reuters/Joshua Roberts
Ringkasan Berita
  • Investor semakin yakin The Fed akan memangkas suku bunga pada September 2025 setelah data inflasi Juli sesuai ekspektasi dan dampak tarif impor terbatas.
  • Probabilitas pemangkasan suku bunga naik menjadi 98% setelah data inflasi dan ketenagakerjaan menunjukkan hasil yang mendukung ekspektasi pasar.
  • Indeks harga konsumen (CPI) naik 0,2% bulanan dan 2,7% tahunan pada Juli, sementara CPI inti naik 0,3% bulanan dan 3,1% tahunan, menunjukkan inflasi yang lebih rendah dari perkiraan.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Investor semakin optimistis Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga pada September 2025, menyusul data inflasi Juli yang sesuai ekspektasi dan sinyal terbatasnya dampak tarif impor Presiden AS Donald Trump terhadap harga barang.

Berdasarkan data LSEG, pelaku pasar di perdagangan kontrak berjangka suku bunga meningkatkan taruhan pada pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada September. 

Selain itu, probabilitas pemangkasan naik menjadi 98%, dari sekitar 89% pada awal perdagangan Selasa (12/8/2025) waktu setempat.

Data inflasi AS periode Juli menunjukkan hasil sesuai ekspektasi, memperkuat keyakinan pelaku pasar bahwa The Fed akan memulai siklus pemangkasan suku bunga pada pertemuan kebijakan berikutnya. 

Ekspektasi tersebut kian menguat setelah laporan ketenagakerjaan Juli melemah, disertai revisi turun tajam pada data pekerjaan Mei dan Juni.

Andrew Szczurowski, Co-Head Mortgage and Securitized Investment Morgan Stanley Investment Management menyebut, pasar sebelumnya diam-diam mengantisipasi angka inflasi yang lebih panas, tetapi hal tersebut ternyata tidak terjadi. 

“Jika kita mempertimbangkan mandat ganda The Fed, terlihat bahwa mereka justru lebih meleset pada target ketenagakerjaan ketimbang target inflasi,” katanya dikutip dari Reuters, Rabu (13/8/2025).

Imbal hasil obligasi AS tenor dua tahun—yang sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter—turun usai rilis data, menjadi 3,729% atau sekitar dua basis poin lebih rendah dibandingkan sehari sebelumnya.

Indeks harga konsumen (CPI) naik 0,2% secara bulanan pada Juli, sesuai perkiraan, dan 2,7% secara tahunan, lebih rendah dari konsensus 2,8%.

Tanpa memasukkan komponen harga pangan dan energi yang bergejolak, CPI inti naik 0,3% pada Juli—tertinggi sejak Januari—setelah naik 0,2% di Juni. Secara tahunan, CPI inti tumbuh 3,1% pada Juli, naik dari 2,9% di bulan sebelumnya.

Trump memanfaatkan data CPI yang moderat untuk menegaskan klaimnya bahwa tarif impor tidak membebani konsumen, sekaligus menyindir ekonom Goldman Sachs atas prediksi dampak tarif yang dinilainya keliru.

Joseph Lavorgna, Penasihat Menteri Keuangan AS Scott Bessent, mengatakan bahwa angka inflasi tersebut menunjukkan eksportir banyak menyerap tarif dengan menurunkan harga.

“Setiap bulan, kita menunggu inflasi yang tidak pernah muncul. Selama enam bulan berturut-turut, angka inflasi justru lebih rendah dari perkiraan. Artinya, inflasi yang dikhawatirkan itu tidak terjadi,” ujarnya.

Ekonom PIMCO Tiffany Wilding memperkirakan CPI inti dapat naik hingga puncak 3,4% pada akhir tahun seiring beban tarif mulai diteruskan ke konsumen.

Sementara itu, Kepala Ekonom AS PGIM Fixed Income Tom Porcelli menambahkan, akan butuh waktu sampai tarif benar-benar berdampak penuh.

"Ini bukan kenaikan besar dalam satu bulan, melainkan akan muncul bertahap,” tambahnya.

The Fed akan memantau data inflasi dan ketenagakerjaan Agustus sebelum mengambil keputusan suku bunga pada pertemuan mendatang.

Adapun sehari sebelumnya, Trump menominasikan ekonom E.J. Antoni sebagai Kepala Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) menggantikan pejabat sebelumnya yang dipecat 10 hari lalu. Pemecatan dilakukan setelah laporan pasar tenaga kerja yang lemah, dengan Trump menuduh tanpa bukti bahwa data tersebut dimanipulasi.

Antoni dikenal sebagai kritikus BLS, yang belakangan mendapat sorotan tajam terkait kualitas data yang dinilai semakin menurun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro