Bisnis.com, TANGERANG - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan strategi khusus untuk mendorong peningkatan produksi minyak dalam negeri guna mewujudkan target produksi 1 juta barel minyak per hari (bopd).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya bakal terus mendorong pengembangan potensi minyak di area terbuka maupun yang sudah menjadi wilayah kerja (WK).
“Seperti misalnya kita lihat saat ini yang sudah dalam proyek adalah Forel oleh Medco, yang sebenarnya tadinya diharapkan tahun yang lalu sudah onstream. Tahun ini kita dorong supaya dia segera onstream,” kata Dwi saat ditemui setelah agenda Indonesia Petroleum Association Conference and Exhibition (IPA Convex) 2024 di ICE BSD, Selasa (14/5/2024).
Selain itu, Dwi menuturkan bahwa pihaknya bakal meminta percepatan pengembangan Lapangan Hidayah yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja North Madura II.
Dwi pun menyampaikan, pihaknya juga meminta kepada Pertamina untuk mempercepat pengembangan di prospek minyak GQX dan Lapangan Zulu yang merupakan bagian dari Blok Offshore North West Java (ONWJ).
“Maka kita coba belajar dari beberapa perusahaan yang lain, misalnya apakah di Petrochina atau yang lain yang punya case yang sama. Untuk bisa dipercepat untuk minyak,” ujarnya.
Baca Juga
Adapun, SKK Migas memperkirakan realisasi capaian program jangka panjang atau long term plan (LTP) 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12.000 juta kaki kubik per hari gas (MMscfd) bakal molor. Target ini sebelumnya dicanangkan dapat tercapai pada 2030.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, molornya target tersebut akibat pandemi Covid-19 yang terjadi dari tahun 2019-2021.
“Kita sudah melakukan pengkajian, memang kita terganggu dengan pandemi yang 2-3 tahun,” kata Dwi.
Sementara itu, realisasi lifting minyak per 31 Desember 2023 berada di level 612.000 barel per hari (bopd). Torehan lifting itu lebih rendah dari target yang ditetapkan di dalam APBN 2023 di level 660.000 bopd.
SKK Migas mengatakan, rendahnya realisasi lifting minyak itu disebabkan sejumlah proyek tertunda yang ikut dibarengi dengan beberapa penghentian operasional atau unplanned shutdown.
Beberapa penghentian operasional itu, di antaranya terkait dengan kebocoran pipa dan power outgage di PT Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES), kebocoran pipa di PHE Offshore North West Java (ONWJ), tanah longsor di Lapangan Kedung Keris milik ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL), kendala Train-1 pada KKKS bp.