Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dewan Energi Nasional Putar Otak Kejar Target Produksi Minyak 1 Juta Barel per Hari

Dewan Energi Nasional optimis capai target produksi minyak 1 juta barel/hari pada 2030, mendukung swasembada energi dan kurangi impor migas.
Ilustrasi kilang minyak lepas pantai / Kementerian ESDM
Ilustrasi kilang minyak lepas pantai / Kementerian ESDM
Ringkasan Berita
  • Dewan Energi Nasional optimistis mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030 untuk mewujudkan swasembada energi dan mengurangi ketergantungan impor.
  • Strategi peningkatan produksi migas meliputi eksplorasi cadangan baru, reaktivasi sumur tua, dan optimalisasi lapangan melalui teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR).
  • Dukungan pemerintah diperlukan untuk menarik investor di sektor hulu migas melalui kepastian hukum dan insentif fiskal, mengingat industri ini padat modal dan berisiko tinggi.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Energi Nasional (DEN) optimistis dapat mewujudkan target produksi minyak 1 juta barel per day pada 2030. Hal ini sejalan dengan prioritas dalam pemerintahan Prabowo Subianto terkait ketahanan energi nasional. 

Merujuk pada catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terdapat peningkatan lifting minyak sebanyak 4.000 barel per hari (bph) dari 576.000 bph pada pertengahan tahun 2024 menjadi 580.000 bph pada periode yang sama di 2025.

Anggota Dewan Energi Nasional Abadi Poernomo mengatakan sejauh ini upaya-upaya dalam meningkatkan produksi migas sudah on the right track. Dia pun optimistis bahwa Indonesia dapat mencapai target produksi satu juta barel minyak per hari pada 2030. 

"Peningkatan lifting minyak ini sudah on track untuk target satu juta bph. Namun, memang masih ada kesenjangan antara kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) nasional yang mencapai sekitar 1,5 juta bph dengan hasil lifting," kata Abadi dalam keterangan tertulis, Rabu (20/8/2025). 

Alhasil, hingga saat ini Indonesia masih mengimpor minyak mentah dan produk jadi BBM untuk menutupi gap yang ada. Untuk itu, target produksi 1 juta barel per day menjadi upaya besar untuk mewujudkan swasembada energi. 

Menurut dia, swasembada energi justru lebih penting dari sekada ketahanan energi yang masih bisa dipenuhi lewat importasi. Swasembada artinya Indonesia tak lagi bergantung pada produk impor. 

Dalam setahun, Indonesia mengimpor migas senilai US$40 miliar atau sekitar Rp650 triliun dan menekankan pentingnya swasembada energi hingga mengurangi ketergantungan impor.

Untuk itu, program prioritas Prabowo Subianto ke depan terkait ketahanan energi akan dilakukan melalui peningkatan produksi migas, percepatan transisi energi bersih, dan subsidi energi yang tepat sasaran. 

Adapun, secara keseluruhan, di tahun 2026 dukungan fiskal pemerintah mencapai Rp402,4 triliun untuk ketahanan energi. 

Sejauh ini, dia menjelaskan SKK Migas telah menjalankan sejumlah strategi untuk meningkatkan produksi migas yang meliputi beberapa pilar utama. 

Pertama, eksplorasi yang ekstensif untuk menemukan cadangan baru yang besar hingga reaktivasi sumur-sumur tua yang tersebar di berbagai wilayah. 

“Meskipun sumur-sumur tua mungkin hasilnya kecil-kecil, tetapi kalau banyak akan menjadi banyak juga,” imbuhnya. 

Kedua, optimalisasi lapangan-lapangan tua melalui teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) juga dapat memaksimalkan pengangkatan sisa minyak dari dalam reservoir. 

Ketiga, dia juga mendorong adanya penemuan cadangan baru, sebab sumber daya fosil suatu saat akan habis.

Senada, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak mengatakan meskipun Indonesia tengah menggaungkan transisi energi, namun peran hulu migas dalam swasembada energi masih sangat krusial. 

Apalagi, porsi energi fosil dalam bauran energi nasional masih dominan yakni di atas 80%. Untuk itu, semua pihak harus tetap berpijak pada realitas. 

Pasalnya, dengan mengesampingkan peran hulu migas demi idealisme transisi energi yang terburu-buru justru dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan program hilirisasi yang sedang berjalan.

 “Proses transisi energi harus berjalan mulus dengan mengombinasikan sumber daya fosil dengan energi terbarukan secara bertahap. Terlebih lagi, peningkatan produksi hulu migas bisa menjadi langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat fondasi energi nasional," ujar Ali. 

Oleh karena itu, optimalisasi peran SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam mengatur dan mengelola lapangan-lapangan eksisting maupun mencari potensi cadangan baru menjadi penting. 

Data SKK Migas menyebutkan hingga pertengahan tahun 2025 pengeboran sumur pengembangan sudah menyelesaikan 409 sumur atau meningkat 14% dibandingkan periode yang sama 2024 sebanyak 358 sumur. 

Tak hanya itu, kegiatan workover telah menyelesaikan 517 sumur atau meningkat 6% dan kegiatan well service mencapai 20.644 kegiatan atau naik 12%.

Dalam hal ini, Ali mendorong dukungan pemerintah, mengingat karakteristik industri hulu migas yang padat modal, padat teknologi, dan memiliki risiko yang sangat tinggi, baik dari sisi finansial, hukum, maupun keselamatan kerja.

"Dengan situasi seperti ini tidak banyak investor yang kemudian berani mengambil risiko. Agar investor ini berani maka pemerintah perlu memberikan kepastian hukum. Selain itu perlunya penyediaan insentif fiskal, seperti pemotongan pajak, untuk menarik lebih banyak minat para investor,” pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro