Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menegaskan, verifikasi sekaligus rekomendasi pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) tidak produktif sepenuhnya dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
Bahlil menampik persepsi yang belakangan berkembang di tengah masyarakat ihwal wewenangnya yang terlampau besar dalam pencabutan dan pemulihan kembali IUP sebagaimana Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi.
“Persepsi mereka terhadap Keppres tentang Satgas Percepatan investasi yang seolah-olah Satgas ini yang memverifikasi 2.078 IUP itu bohong besar, akibat bohong besar ini lah datanya rusak begini,” kata Bahlil saat rapat kerja dengan komisi VI, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Bahlil menegaskan verifikasi awal serta rekomendasi pencabutan IUP tidak produktif itu sepenuhnya dilakukan menteri ESDM. Dengan demikian, kata Bahlil, dalam pengambilan keputusan pencabutan serta pemulihan IUP dilakukan secara kolektif kolegial bersama menteri teknis.
“Itu adalah betul-betul hasil identifikasi yang dilakukan Menteri ESDM yang notabenenya adalah kader PDIP,” kata Bahlil.
Seperti diketahui saat membentuk Satgas Investasi itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengumumkan rencana pencabutan 2.078 IUP, 192 izin penggunaan kawasan hutan serta 34.448 hektara hak guna usaha (HGU)/hak guna bangunan (HGB) yang tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, maupun tidak sesuai dengan peruntukan atau peraturan.
Baca Juga
Data Kementerian Investasi per Maret 2024, 2.051 IUP telah dicabut. Adapun, terdapat 585 IUP yang batal untuk dicabut, 33 di antaranya adalah IUP nikel.
Polemik pencabutan dan pemulihan IUP ini pertama kali menggenlinding di publik setelah hasil liputan investigasi Majalah Tempo tayang 3 Maret 2024 lalu.
Liputan investigasi itu membeberkan dalam mencabut dan memberikan kembali IUP dan HGU, Bahlil meminta imbalan uang miliaran rupiah atau penyertaan saham kepada masing-masing perusahaan.
Sebelumnya, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) melaporkan Bahlil terkait dengan dugaan korupsi pada pencabutan ribuan izin tambang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan itu diserahkan Jatam ke Pengaduan Masyarakat KPK, Selasa (19/2/2024). Koordinator Jatam Melky Nahar mengatakan, pihaknya menduga pencabutan ribuan izin usaha pertambangan (IUP) itu penuh dengan praktik korupsi.
"Laporan ini menjadi penting untuk membuka pola-pola apa saja yang digunakan pejabat negara terutama Menteri Bahlil dalam kaitan proses pencabutan izin yang menuai polemik," ujar Melky ketika ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam laporan Jatam ke KPK, yakni regulasi yang melandasi pencabutan IUP oleh Bahlil sebagai Kepala Satgas Investasi.
Menurut Melky, ada tiga landasan hukum bermasalah yang melandasi pemberian kuasa dari Presiden Joko Widodo kepada Bahlil untuk mencabut izin usaha yakni Keputusan Presiden (Keppres) No.11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi; Keppres No.1/2022 tentang Satgas Penataan Lahan dan Penataan Investasi; serta Peraturan Presiden (Perpres) No.70/2023.
Melky menyebut hasil penelusuran Jatam selama enam bulan terakhir menunjukkan bahwa proses pencabutan izin oleh Satgas Investasi sama sekali tidak bersandar sebagaimana regulasi yang ditetapkan.
Pencabutan izin itu juga dinilai cenderung tebang pilih, transaksional, serta menguntungkan diri sendiri, kelompok atau badan usaha tertentu.