Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) berencana untuk menangguhkan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) usai pemerintah berkomitmen menyelesaikan utang rafaksi minyak goreng sebesar Rp474,80 miliar.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, menyampaikan, pihaknya akan menunggu data hasil verifikasi PT Sucofindo atas nilai yang akan dibayarkan ke pelaku usaha dan menanti pembayaran rafaksi minyak goreng.
“Kita masih bisa menahan dulu sambil kita meminta percepatan dan transparansi atau klarifikasi atas data yang dihitung itu sehingga pembayaran dapat segera dilakukan,” kata Roy kepada Bisnis, Senin malam (26/3/2024).
Adapun, pihaknya masih mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk membawa masalah tersebut ke ranah hukum. Diakui Roy, proses untuk menggugat membutuhkan waktu yang cukup lama.
Oleh karena itu, dia mengharapkan agar pembayaran utang rafaksi dapat segera dilakukan. Dengan begitu, pihaknya tidak perlu lagi menjalankan gugatannya ke PTUN.
“Kita berharap pembayarannya ini dapat segera, kemudian perhitungannya dapat transparansi, sehingga jalur hukum gugatannya nggak perlu dijalankan,” ujarnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, peritel bersama dengan produsen minyak goreng yang terdampak masalah rafaksi berencana menggugat pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kepastian untuk menggugat pemerintah secara bersama-sama baru diterima Aprindo pada November 2023. Dengan demikian, pihak-pihak yang terdampak dalam masalah ini sudah lengkap dan siap berlanjut ke meja hijau.
Rafaksi minyak goreng yang tak kunjung dibayar meski sudah memasuki tahun kedua menjadi alasan peritel dan produsen menggugat pemerintah.
Polemik ini bermula dari terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.3/2022. Melalui beleid ini, pemerintah mewajibkan peritel untuk menjual minyak goreng kemasan satu harga sebesar Rp14.000 per liter mulai 19 Januari 2022.
Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan (Mendag) yang menjabat kala itu, menyebut bahwa pembayaran selisih harga akan dibayar 17 hari kerja setelah peritel melengkapi dokumen pembayaran kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Regulasi ini kemudian dicabut dan digantikan dengan Permendag No.6/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng.
Kendati dicabut, pasal 9 beleid itu secara tegas menyebut bahwa pelaku usaha yang terdaftar dan telah melaksanakan penyediaan minyak goreng, wajib dibayar setelah dilakukan verifikasi oleh surveyor.
Terbaru, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan menginstruksikan jajarannya untuk menyelesaikan rafaksi minyak goreng.
“Kita harus segera menyelesaikan ini, sehingga pedagang tidak mengalami kerugian,” ujar Luhut dalam keterangan tertulis, Senin (25/3/2024).