Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indef: Ekonomi RI Terancam Loyo Kalau PPN 12%

Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef Abdul Manap Pulungan mengatakan penerimaan negara dari PPN sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi.
Gedung-gedung di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta pada Kamis (15/2/2024). - Bloomberg/Muhammad Fadli
Gedung-gedung di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta pada Kamis (15/2/2024). - Bloomberg/Muhammad Fadli

Bisnis.com, JAKARTA – Indef atau Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat adanya potensi melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia bila menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada 2025 mendatang. 

Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef Abdul Manap Pulungan menyampaikan realisasi penerimaan negara dari PPN sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi. 

“Ketika kebijakan PPN diambil, secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, di mana orang akan menahan konsumsi, karena mempengaruhi pendapatan yang akan dibelanjakan,” ungkapnya dalam Diskusi Publik Indef bertajuk ‘PPN Naik, Beban Rakyat Naik’, Rabu (20/3/2024). 

Hal tersebut dapat terlihat pada 2023, di mana PPN telah naik dari 10% ke 11%, ekonomi tumbuh melambat ke level 5,05% (year-on-year/yoy) dari realisasi 2022 yang mencapai 5,31%. 

Terlebih, berakhirnya windfall commodity dengan menurunnya harga komoditas dunia semakin menekan penerimaan negara. 

Berbeda dengan 2022, sebagai tahun pertama implementasi PPN 11%, Indonesia menikmati windfall commodity, sehingga kenaikan PPN tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap ekonomi. 

Di sisi lain, tekanan ekonomi pada 2023 juga tercermin dari indikator daya beli yang menurun terutama dari konsumsi rumah tangga yang turun dari 4,93% pada 2022 menjadi 4,82% pada 2023. 

Tercatat penurunan konsumsi khususnya pada komponen nonmakanan seperti transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel terkontraksi masing-masing sebesar 1,79% dan 0,2% pada 2023. 

“Transportasi dan komunikasi, serta restoran dan hotel, khawatirnya PPN naik, cenderung menahan pleserin akhirnya menyebabkan sektor yang bukan kebutuhan pokok menurun,” paparnya. 

Padahal, konsumsi rumah tangga ini menjadi pemain utama dalam pertumbuhan ekonomi karena berkontribusi lebih dari 50%. 

Meski memberikan dampak yang signfikan terhadap ekonomi, Abdul menyebutkan kenaikan PPN ini juga berpotensi dapat menambah penerimaan perpajakan.

Lain kesempatan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan akan berdiskusi terlebih dahulu kepada pemerintahan baru terkait rencana penerapan PPN sebesar 12% pada 2025. 

Menurutnya, hal ini termasuk dalam fatsun atau sopan santun dalam berpolitik. Meski dalam Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah setuju akan kenaikan tersebut, namun pihaknya akan menghormati pemerintahan baru. 

“Jadi kalau [pemerintahan baru] PPNnya tetap 11%, ya pasti nanti disesuaikan target penerimaannya dengan UU HPP, nanti akan dibahas,” ungkapnya dalam Rapat Kerja Komisi XI dengan Kementerian Keuangan, Selasa (19/3/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper