Bisnis.com, JAKARTA - Kemendag merespons harapan pelaku usaha terkait dengan implementasi larangan dan pembatasan atau lartas impor. Sejumlah barang masih berpeluang dikecualikan dari aturan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, Budi Santoso mengatakan pihaknya akan terus mengevaluasi implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.3/2024 atas perubahan Permendag No. 36/2023 tentang pengetatan impor.
Menurutnya, untuk mengeluarkan barang impor dari aturan tersebut bakal bergantung dari hasil evaluasi yang melibatkan antara kementerian/lembaga. Termasuk, melihat bagaimana dampak pengetatan impor bahan baku tertentu terhadap kinerja industri.
"Nanti kita lihat dulu kalau sudah jalan, setelah itu evaluasinya bareng-bareng dengan K/L terkait. [Pengecualian] ya nanti tergantung dari hasil evaluasinya," ujar Budi saat ditemui di Komplek Parlemen, Rabu (13/3/2024).
Sebelumnya, pengusaha masih berharap pemerintah bisa membebaskan lebih banyak produk dari aturan lartas impor usai relaksasi telah dilakukan untuk bahan baku plastik dan suku cadang pesawat.
Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Chandra Wahjudi mengatakan para pengusaha masih mengharapkan pemerintah bisa membebaskan sejumlah barang impor lainnya dari aturan tersebut, terutama bahan baku dan penolong industri dalam negeri seperti garam industri untuk makanan-minum dan produksi kertas, besi baja dan turunannya, serta suku cadang mesin manufaktur.
Baca Juga
Musababnya, kata Chandra, industri dalam negeri telah banyak menghadapi ragam tantangan dalam memperoleh bahan baku akibat jumlah yang terbatas atau bahkan tidak diproduksi di dalam negeri.
"Untuk itu kami meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi secara berkala kebijakan impor bahan pendukung kebutuhan industri dalam negeri," ujar Chandra saat dihubungi, Senin (11/3/2024).
Chandra mengatakan, ketersediaan dan kelancaraan bahan baku tersebut menjadi krusial bagi keberlanjutan sektor industri. Sebaliknya, hambatan impor bahan baku dan penolong berisiko memukul produktivitas industri dan daya saing produk Indonesia.
"Jika memang bahan baku tersebut masih belum atau terbatas sebaiknya segara dikeluarkan dari pembatasan tersebut," kata Chandra.