Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Niat Selamatkan Industri Lokal, Lartas Impor Bikin Ritel Merana

Aturan larangan dan pembatasan (lartas) impor ternyata malah bikin ritel merana. Kok bisa?
Suasana salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Kamis (19/3/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Suasana salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Kamis (19/3/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA -- Aturan larangan dan pembatasan (lartas) impor yang diterapkan untuk melindungi industri lokal dari banjir produk impor ilegal justru menjadi ancaman bagi bisnis retail di Tanah Air.

Sebagaimana diketahui, beleid tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.36/2023 yang telah direvisi menjadi Permendag No. 3/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor berlaku pada 10 Maret 2024. 

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan untuk melindungi produk lokal semestinya pemerintah bukan membatasi impor, melainkan pemberian berbagai fasilitas dan kemudahan.

"Yang perlu diwaspadai sehubungan dengan adanya 'ancaman' stagnasi pertumbuhan industri ritel Indonesia akibat rencana pemerintah untuk semakin membatasi impor," kata Alphonzus kepada Bisnis, Senin (11/3/2024).

Menurutnya, aturan pembatasan barang impor untuk tujuan melindungi produk dalam negeri akan menekan ritel merek global dan sekaligus mengancam ritel produk dalam negeri.

Pasalnya, Alphonzus menuturkan, hingga saat ini sumber permasalahan utama yang mengganggu usaha ritel dalam negeri justru tidak ditangani secara maksimal.

Dalam catataan APPBI, pusat perbelanjaan didominasi retail menengah ke bawah sebesar 60% yang sebagian besar produk dalam negeri namun terganggu impor ilegal. 

Sedangkan, ritel kelas menengah sebesar 35% diisi oleh merek global dan produk lokal juga kebanjiran impor ilegal dan terhalang pembatasan impor. Hal yang sama terjadi pada ritel kelas atas sebesar 5% yang diadang lartas impor. 

"Pembatasan atas produk yang selama ini diimpor secara resmi oleh pelaku usaha merek global yang terdaftar secara jelas dan memenuhi berbagai prosedur serta perpajakan sebagaimana yang berlaku akan menyebabkan kelangkaan barang dan kenaikan harga yang membebani konsumen," jelasnya. 

Kondisi ini dapat memicu kelesuan usaha ritel. Disisi lain, pembatasan barang impor yang dilakukan secara masif juga mendorong peningkatan produk impor ilegal yang akan semakin mengganggu produk dalam negeri, bukan hanya produk kategori Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ( UMKM ), tetapi juga usaha besar.

APBBI memperkirakan akan terjadi stagnasi pertumbuhan sektor usaha ritel pada 2024 imbas penerapan berbagai ketentuan dan pemberlakuan lartas yang tidak tepat sasaran.

Jika pemerintah tetap melanjutkan regulasi ini, Alphonzus memperkirakan tingkat okupansi akan stagnan di 80% atau bahkan turun. Perlu diketahui, asosiasi menutup tingkat okupansi di 80% pada 2023.

"Jadi di 2024 ini kemungkinan maksimal hanya bisa 80%, mudah-mudahan tidak turun,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper