Bisnis.com, JAKARTA -- Aturan pelarangan terbatas (lartas) impor mulai berlaku per 10 Maret 2024, setelah menuai interupsi dari pelaku usaha. Pasalnya, terdapat komoditas bahan baku yang dibatasi sementara produk subtitusi impor dalam negeri belum memadai.
Adapun, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Protes dari pelaku usaha membuahkan hasil revisi beleid melalui Permendag No. 3/2024.
Executive Director Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan ketidaksinkronan pemerintah dalam mengatur tata kelola impor mesti dibenahi, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran industri, sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
"Salah satu yang menghambat dari perkembangan dari industri manufaktur itu adalah ketidaksinkronan kebijakan," kata Faisal kepada Bisnis, dikutip Senin (11/3/2024)
Dia menyebutkan tak jarang harmonisasi kebijakan yang tidak disesuaikan dengan keadaan lapangan. Dalam hal ini berkenaan dengan importasi bahan baku untuk menunjang produksi indsutri, termasuk untuk industri-industri yang berorientasi ekspor.
Kondisi tersebut dapat memengaruhi produktivitas manufaktur hingga kinerja ekspor yang tersendat. Menurut Faisal, ada banyak restriksi impor yang justru menyasar bahan baku, alih-alih larangan impor barang jadi yang mampu diproduksi sendiri.
Baca Juga
"Memang kita perlu mengurangi juga daripada ketergantungan input dari luar, tapi dengan cara yang benar, jadi perlu staging," ujarnya.
Restriksi impor bahan baku dapat membahayakan supply chain hingga merugikan indsutri dalam negeri. Untuk itu, dia menekankan harmonisasi kebijakan yang mesti dibenahi lantaran memengaruhi kinerja industri.
"Apalagi, industrialisasi ini menjadi agenda dalam jangka panjang, bukan cuma jangka pendek. Artinya untuk menuju Indonesia Emas 2045, untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi, prioritas dan kuncinya ada di industrialisasi," pungkasnya.
Senada, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan lartas impor perlu diterapkan untuk barang konsumtif.
Namun, dia mengakui untuk impor bahan baku, Indonesia masih perlu impor kecuali jika sudah ada subtitusinya di dalam negeri.
"Kalau gak ada subtitusinya, maka kinerja dari industri itu kan akan turun tidak bisa berproduksi lagi," terangnya, dihubungi terpisah.
Lebih lanjut, dia mendorong produktivitas bahan baku nya harus dijaga, selama bahan baku itu tidak bisa diproduksi dalam negeri. Maka spesifikasi produk lartas tidak bisa di generalisasi.
"Intinya Permendag 36/2023 itu jangan digeneralisir, harus spesifikasikan apa saja produk yang memang tidak ada subtitusinya di Indonesia," jelasnya.