Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) angkat bicara terkait video yang viral di media sosial terkait adanya masyarakat yang menyetop proses konstruksi proyek IKN.
Dalam video yang diunggah akun @Zer0Failed dinarasikan bahwa pemilik tanah menghentikan paksa pekerja konstruksi yang tengah melakukan penanaman pipa air karena belum menerima uang ganti rugi pembebasan lahan.
"Welcome to IKN. Seorang warga di desa Sepaku, Penajam pasir utara paksa stop pekerja yang tanam pipa air ke IKN ditanah Miliknya yang beium dibayar haknya oleh Pemerintah," demikian tulis akun tersebut di media sosial X.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Suyus Windayana, memastikan bahwa proses pembebasan lahan di kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) di IKN sudah sepenuhnya dilakukan.
"Harusnya yang di KIPP yang dibangun sudah dibebaskan. Nanti saya cek dengan Dirjen pengadaan Tanah, Kanwil BPN Kaltim, Kantor Pertanahan dan juga tentunya dengan Kementerian PUPR terkait permasalahan tersebut," kata Suyus kepada Bisnis, dikutip Rabu (3/1/2024).
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Kalimantan Timur, Asnaedi Sitakka, menjelaskan bahwa lokasi terjadinya penyetopan proses konstruksi itu terjadi di pembangunan SPAM (Sistem Pengelolaan Air Minum) yang areanya sudah dilakukan pemberian ganti rugi.
Baca Juga
Asnaedi merinci, saat ini pihaknya telah melakukan pembebasan lahan pada 156 bidang tanah dari total 161 bidang tanah yang perlu dibebaskan.
"63 bidang tanah dibayarkan ke pihak yang berhak sementara 93 bidang [lainnya] melalui konsinyasi," jelasnya saat dihubungi Rabu (3/1/2024).
Lebih lanjut, Asnaedi menjelaskan, 93 bidang lahan yang pembebasannya dilakukan lewat proses konsinyasi dilakukan karena adanya perbedaan antara dokumen kepemilikan dengan data penugasan.
Adapun, keseluruhan bidang tanah tersebut merupakan kawasan transmigrasi, dengan data kepemilikan berikut petanya telah terbit sertifikat. Namun, sebagian besar hanya melampirkan alas Hak SKT (surat keterangan tanah).
"Juga ada perbedaan antara data sertifikat dengan yang menguasai, sehingga untuk lebih amannya kita konsinyasi [pada 93 bidang tanah dimaksud]," ujarnya.
Kendati demikian, Asnaedi menjelaskan bahwa memang terdapat beberapa area lahan yang hingga saat ini belum dilakukan pembebasan. Namun, dia tidak merinci di mana saja lokasi tanah tersebut.
"Ada 5 yang belum, [rinciannya] 2 bidang Tanah Kas Desa, 1 bidang diajukan konsinyasi dan 2 bidang menunggu surat persetujuan bayar LMAN," ungkapnya.