Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap tangguh pada 2024, meski tak dipungkiri memanasnya kondisi geopolitik global telah memengaruhi perlambatan ekonomi global.
Wakil Ketua Umum Kadin Shinta W. Kamdani mengatakan, geopolitik membawa ketidakpastian supply chain dan value chain global pada aktivitas ekonomi. Namun, Indonesia masih dapat bertumpu pada perekonomian domestik.
"Dengan momentum ekonomi pemilu tahun depan dan realisasi APBN untuk belanja investasi dan belanja pemilu yang dapat menjadi driver di tengah perlambatan ekonomi," kata Shinta kepada Bisnis, Selasa (22/11/2023).
Menurut Shinta, tahun pemilu akan membawa efek berganda pada banyak bisnis yang berkaitan dengan aktivitas politik. Dari segi konsumsi, belanja pemilu akan memengaruhi lembaga nonprofit (LNPRT) terutama setelah memasuki masa kampanye.
Adapun, sektor yang akan menyumbang konsumsi cukup signifikan, yakni ritel seperti pakaian, logistik, transportasi, makanan dan minuman, media, perhotelan dan lainnya.
"Sektor lain yang juga diprediksi memiliki prospek yang menjanjikan pada tahun depan adalah infrastruktur atau konstruksi dan energi terbarukan," ujarnya.
Baca Juga
Shinta menuturkan, kedua sektor tersebut menjanjikan lantaran komitmen pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan implementasi energi terbarukan yang masih terus dikejar.
Lebih lanjut, dia memproyeksi sektor utama yang akan mendominasi porsi kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun 2024 masih sama seperti tahun ini, yakni indusgri manufaktur, pertanian, perdagangan, pertambangan dan konstruksi.
"Diprediksi masing-masing sektor tersebut akan menguasai lebih dari 10% porsi distribusi dalam PDB tahun depan," tuturnya.
Di sisi lain, dampak dari tantangan geopolitik global telah terasa pada aktivitas ekspor dan impor Indonesia pada kuartal III/2023 yang terkontraksi akibat perlambatan ekonomi negara mitra dagang utama.
Tak hanya itu, perlambatan kinerja perdagangan juga dipengaruhi penurunan harga komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara hingga sawit.
"Perusahaan yang export-oriented dan yang tergantung bahan bakunya dengan barang impor akan mengalami risiko yang lebih tinggi dibanding dengan pelaku usaha yang bermain di dalam negeri," tuturnya.