Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom berpandangan bahwa pemerintah dapat memperlonggar kebijakan fiskal, dalam hal ini defisit anggaran, untuk mengatasi tekanan global. Sebagaimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berencana mengucurkan paket kebijakan insentif.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menyampaikan dalam kondisi kebijakan moneter yang semakin ketat dan meningkatnya konflik global yang berdampak pada harga minyak yang melonjak, pemerintah perlu melonggarkan belanjanya.
“Dengan kondisi seperti ini, berarti APBN kebijakan fiskalnya harus diperlonggar, karena kalau tidak, akan berdampak terhadap ekonomi secara makro,” ujarnya, Selasa (24/10/2023).
Faisal menjelaskan, dalam hal ini diperlonggar memiliki artian bahwa memang ada suntikan APBN lebih besar dari sisi belanja terutama yang berhubungan langsug dengan pertumbuhan ekonomi.
Melalui peningkatan belanja insentif, dengan catatan tetap memperhatikan batas defisit, yakni tak lebih dari 3% terhadap PDB atau tak seperti masa pandemi Covid-19 yang hingga 6%.
“Ini memang berdampak pada perlebaran defisit, tapi sepanjang di bawah 3 persen, mestinya masih ada ruang,” lanjutnya.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan bahwa defisit akan tetap terkendali meski pemerintah berencana meluncurkan paket kebijakan insentif tersebut.
“Nggak [Defisit tidak melebar], akan lebih rendah dari 2,3%,” ujarnya kepada awak media di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Sebagaimana diketahui, Indonesia sendiri telah mencanangkan defisit sebesar 2,84% untuk 2023. Sementara hingga pertengahan tahun ini, Febrio melaporkan outlook defisit akan semakin rendah di level 2,3%.