Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PLN Prioritas Turunkan Capacity Factor Ketimbang Suntik Mati PLTU, Ini Kata ESDM

PLN memprioritaskan melakukan coal phase down dengan mengurangi capacity factor PLTU daripada pensiun dini PLTU seiring belum diperolehnya pendanaan.
Foto udara progres pembangunan PLTU mulut tambang Sumsel 8 yang terletak di Muara Enim, Sumatra Selatan./Istimewa
Foto udara progres pembangunan PLTU mulut tambang Sumsel 8 yang terletak di Muara Enim, Sumatra Selatan./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji skema pengurangan capacity factor (CF) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di tengah belum jelasnya komitmen pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk pensiun dini pembangkit fosil saat ini. 

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, kementeriannya turut mempelajari skema pengurangan CF atau coal phase down tersebut sembari menagih komitmen negara-negara JETP untuk mendanai pensiun dini PLTU. 

“Tapi ini subject terhadap kontrak yang PLN tahu,” kata Dadan saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (11/10/2023).

Capacity factor pembangkit adalah perbandingan antara kapasitas rata-rata dalam megawatt (MW) produksi selama periode tertentu terhadap kapasitas terpasang.

Skema itu dijabarkan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN lewat skenario Accelerated Renewble Energy with Coal Phase Down (ACCEL Re Coal Phase Down).

Lewat skenario itu, PLN memproyeksikan tambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dapat mencapai 62 gigawatt (GW) atau 75 persen dari kapasitas terpasang pembangkit sampai dengan 2040 mendatang. 

Sementara itu, pembangkit gas bakal mengambil bagian 25 persen dari kapasitas pembangkit nasional dalam revisi rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) hingga 2040 nanti. 

Di sisi lain, Dadan mengatakan, kementeriannya masih mengupayakan akses pinjaman murah dari JETP untuk program pensiun dini PLTU beberapa waktu terakhir. 

“Semua masih berjalan, semua menggunakan bahasa yang baik,” kata dia. 

Sebelumnya, EVP of Energy Transition and Sustainability PLN Kamia Handayani mengatakan bahwa PLN akan melakukan coal phase down dengan mengurangi capacity factor PLTU.

“Kita mesti melakukan phase down pada PLTU, kita tidak langsung menghentikannya, kita mengurangi faktor kapasitas dari PLTU jadi kita kurangi produksi dari PLTU dengan demikian ini bisa memberi jalan untuk EBT masuk ke sistem,” kata Kamia dalam Renewable Energy and Climate Summit Indonesia-Netherlands (RECSIN) di Jakarta, Senin (9/10/2023).

Manuver itu diambil PLN lantaran belum jelasnya komitmen pendanaan internasional untuk pembiayaan kompensasi rencana pensiun dini PLTU batu bara hingga saat ini. Kamia menegaskan, perseroan bakal mengambil skenario yang lebih progresif untuk transisi EBT lewat pensiun dini PLTU apabila mendapat pinjaman murah dari lembaga internasional, seperti komitmen JETP. 

“Itu mengapa pada skenario ini kita tidak memasukan pensiun dini PLTU, kita akan melakukan penghentian PLTU jika masa operasinya sudah selesai, kita akan pensiun dini kecuali kalau ada konfirmasi pendanaan dari internasional,” kata dia.

Seperti diketahui, pakta iklim yang tergabung ke dalam kemitraan JETP sempat berjanji untuk menyediakan dana himpunan US$20 miliar atau setara dengan Rp310,7 triliun (asumsi kurs Rp15.535 per US$) dari publik dan swasta selama 3 hingga 5 tahun mendatang untuk membantu pendanaan transisi energi di Indonesia, termasuk salah satunya rencana awal soal pensiun dini PLTU. 

Skema pendanaan JETP itu terdiri atas US$10 miliar yang berasal dari komitmen pendanaan publik dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.    

Adapun, kemitraan JETP yang dipimpin AS-Jepang ini, termasuk di dalamnya negara anggota G7 lainnya, yakni Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, serta juga melibatkan Norwegia dan Denmark.   

Perjanjian tersebut diteken pada November 2022 di sela-sela KTT G20 di Bali, menyusul kemudian inisiasi Sekretariat JETP pada Februari 2023. Usai penundaan rilis rencana investasi JETP pada bulan lalu, pemerintah mengungkapkan bahwa negara pendonor belakangan tidak berminat membiayai program pensiun dini PLTU di Indonesia.

Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, negara-negara Barat sebenarnya belum siap mendanai pensiun PLTU batu bara Indonesia. Kurangnya konsensus mengenai rencana tersebut dapat berpotensi membuat pemangkasan emisi oleh PLTU di Indonesia semakin molor.  

"Selama diskusi terlihat sangat jelas bahwa mereka tidak bersemangat memberikan pembiayaan untuk pensiun dini," kata Septian, seperti dikutip dari Reuters, Senin (25/9/2023). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper