Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong alternatif pembiayaan murah pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Sejumlah opsi pembiayaan dimatangkan menyusul sikap kelompok negara International Partners Group (IPG), penyokong sebagian dana Just Energy Transition Partnership (JETP), yang tidak tertarik untuk pembiayaan pensiun dini PLTU di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah tidak bakal menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membiayai program percepatan penghentian operasi pembangkit listrik batu bara tersebut.
“Kita juga sama [dengan IPG], kita tidak ingin program ini memberatkan APBN, program ini didesain untuk sifatnya adalah percepatan,” kata Dadan saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Di sisi lain, Dadan mengatakan, kementeriannya juga tengah mematangkan skema pembiayaan pensiun dini lewat program Energy Transition Mechanism (ETM) bersama dengan Asian Development Bank (ADB) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI).
Proyek pembiayaan ETM ini bakal menjalankan komitmen pensiun dini PLTU Cirebon-1 berkapasitas 660 megawatt (MW) di Jawa Barat.
Baca Juga
Adapun proyek tersebut garapan konsorsium multi-nasional yang diperkuat nama-nama besar dalam industri energi dan infrastruktur Asia, yakni Marubeni Corporation, Indika Energy, Korean Midland Power (KOMIPO), dan Samtan Corporation.
“Sekarang seperti itu sudah banyak membahas dengan khususnya ADB, kan ini kalau pendanaannya lewat Kementerian Keuangan,” kata dia.
Adapun, PLTU Cirebon-1 akan menjadi semacam kasus uji (test case) apakah PLTU batu bara lain di Indonesia dapat didanai oleh ADB di bawah skema ETM. Dana yang dibutuhkan mencapai Rp4,5 triliun.
Pembangkit listrik ini saat ini dikontrak untuk mendistribusikan listrik hingga 2042, saat pembangkit berusia 30 tahun.
Pembangkit listrik berbahan bakar batu bara memiliki umur teknis antara 40 hingga 50 tahun. Itu berarti ketika kontrak awal berakhir, biasanya PLTU akan dikontrak ulang untuk tambahan 10-20 tahun operasi.
Sebelumnya, Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, negara-negara Barat sebenarnya belum siap mendanai pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara Indonesia. Kurangnya konsensus mengenai rencana tersebut dapat berpotensi membuat pemangkasan emisi oleh PLTU di Indonesia semakin molor.
"Selama diskusi terlihat sangat jelas bahwa mereka tidak bersemangat memberikan pembiayaan untuk pensiun dini," kata Septian, seperti dikutip dari Reuters, Senin (25/9/2023).
Koalisi negara-negara Barat yang berencana menggelontorkan US$20 miliar untuk membantu Indonesia melakukan dekarbonisasi, telah menyatakan bahwa mereka lebih tertarik untuk mendanai proyek-proyek energi terbarukan komersial, yang menurut Seto tidak diperlukan.
"Kami punya kelebihan listrik. Jadi kalau kami terus menambahkan energi terbarukan, itu akan berdampak pada anggaran kami,” kata Seto di sela-sela konferensi industri Coaltrans. Dia menambahkan bahwa Indonesia juga bisa membiayai sendiri proyek-proyek energi terbarukan jika diperlukan.