Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, sebagian besar program pengembangan lapangan migas dengan skema kontrak bagi hasil gross split belum kunjung dikerjakan kontraktor lantaran biaya pengadaan yang tinggi.
Belakangan kontraktor pemegang kontrak gross split meminta diskresi menteri untuk tambahan insentif bagi hasil (split) dan beberapa di antaranya ingin beralih pada skema kontrak cost recovery untuk memitigasi biaya pengadaan pengeboran yang mahal.
“Jadi mereka pada nggak mau nambahin duit buat [pengadaan] jadi program yang sudah direncanakan itu banyak yang tidak berjalan,” kata Arifin saat bertemu awak media di sela-sela agenda the 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas Industry 2023 (ICIUOG) di Badung, Bali, akhir pekan lalu.
Arifin menuturkan, dirinya telah menerima sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang ingin meminta insentif tambahan atau kemungkinan untuk beralih pada skema cost recovery tersebut.
Dia mengatakan, dirinya terbuka untuk diskusi kembali bentuk kontrak bagi hasil dengan KKKS ihwal rencana pengembangan beberapa lapangan yang saat ini terkendala dari sisi keekonomian. Dia menegaskan pengajuan untuk pengalihan skema kontrak saat ini sudah terbilang fleksibel.
Hanya saja, dia menggarisbawahi, dirinya berkepentingan untuk menjaga penerimaan negara tetap optimal setelah negosiasi ulang bentuk kontrak bagi hasil beberapa lapangan tersebut.
Baca Juga
“Nanti kita lihat dampak ongkosnya berapa, pendapatannya berapa, pemerintah tidak menutup untuk diskusi, yang penting pemerintah tidak rugi,” kata dia.
Kementerian ESDM mencatat sebagian lapangan migas yang mengalami kesulitan itu berasal dari portofolio milik PT Pertamina Hulu Energi, termasuk di dalamnya PT Pertamina Hulu Rokan.
Adapun, rezim gross split lama yang mayoritas dipegang PHE saat ini hasil dari beberapa lapangan migas terminasi yang diambil alih PHE. Beberapa lapangan yang menggunakan gross split lama ini, di antaranya Offshore North West Java, Sanga Sanga, East Kalimantan, dan Attaka.
Selain itu, PT Medco Energi Internasional Tbk. yang memiliki Blok Corridor juga diketahui tengah mengajukan perubahan kontrak dari gross split menjadi cost recovery kepada Arifin saat ini.
“Nah, sekarang ternyata begitu dihitung-hitung itu tidak ekonomis, kalau dulu hanya melanjutkan saja kan masih ekonomis, begitu ngebor ngembangin baru lagi itu keekonomian yang gross split kurang,” kata Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah SKK Migas Benny Lubiantara saat ditemui di Nusa Dua, Bali, Rabu (20/9/2023).
Saat ini, Benny menuturkan, lembaganya bersama dengan PHE tengah berdiskusi ihwal tambahan insentif atau kemungkinan lain untuk mengubah kontrak bagi hasil itu menjadi cost recovery. Hanya saja, Benny mengatakan, lembaganya cenderung berhati-hati untuk mengubah ketentuan kontrak bagi hasil tersebut.
Dia beralasan perubahan rezim kontrak lama itu mesti memiliki dasar hukum serta keuntungan yang jelas bagi pemerintah.
“Kemungkinan mereka ada yang balik ke cost recovery, SKK lihat mana yang kontraktor dipenuhi dan bagian negara juga dapat,” kata dia.