Bisnis.com, JAKARTA – Sistem logistik nasional yang optimal dibutuhkan untuk mewujudkan integrasi ekonomi domestik dan konektivitas global sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045.
Pengamat industri logistik Setijadi mengatakan, pembangunan sistem logistik nasional yang tangguh. perlu dilakukan berdasarkan pemetaan pasokan dan permintaan secara end-to-end. Pengembangan sistem logistik yang tangguh tidak hanya untuk mengikuti pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mendorong kemunculan pusat-pusat pertumbuhan baru.
“Dengan paradigma ship promotes the trade, pengembangan sistem logistik yang tangguh dapat diarahkan untuk mendorong pertumbuhan, baik secara nasional maupun spasial,” jelas Setijadi dalam keterangan resminya, Senin (18/9/2023).
Berdasarkan data BPS Triwulan II/2023, misalnya, distribusi PDB masih didominasi wilayah Jawa sebesar 57,27 persen dan Sumatera (21,94 persen), diikuti Kalimantan (8,32 persen), Sulawesi (7,13 persen), Bali & Nusa Tenggara (2,77 persen), serta Maluku & Papua (2,57 persen).
Setijadi menjelaskan, peningkatan pertumbuhan dan pemerataan kontribusi ekonomi antar wilayah dapat didorong dengan peningkatan konektivitas melalui pengembangan sistem transportasi multimoda secara terintegrasi, baik transportasi laut maupun hinterland-nya.
Pengembangan sistem logistik yang tangguh harus dilakukan secara sinergis, baik antar kementerian/lembaga, maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta melibatkan para pelaku usaha.
Baca Juga
Dia juga kembali menyampaikan tiga rekomendasi perbaikan dan pengembangan sistem logistik Indonesia, yaitu revisi Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional, pembentukan UU logistik, dan pembentukan lembaga permanen bidang logistik.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan biaya logistik nasional merupakan salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia untuk menuju integrasi ekonomi nasional dan global sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045.
Suharso mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan biaya logistik nasional masih cukup tinggi.
Pertama, rendahnya skala ekonomi yang membuat operasi logistik di Indonesia cenderung menggunakan kapal kecil dan muatan yang rendah. Hal tersebut, menurut Suharso, berimbas pada mahalnya ongkos angkut.
Kemudian, infrastruktur dan layanan pelabuhan simpul peti kemas domestik belum mampu menampung kapal-kapal besar. Selain itu, kawasan ekonomi yang dimiliki Indonesia saat ini juga cenderung terbatas.
Masalah lain yang masih dihadapi oleh Indonesia adalah pembentukan rute konsolidasi (loop) yang belum optimal. Hal ini juga ditambah dengan ketimpangan muatan karena sarana fasilitas di pelabuhan yang tidak merata.