Ada Efek Domino?
Krisis sektor properti juga telah meningkatkan kekhawatiran efek domino ke sistem keuangan, yang dapat berdampak pada ketidakstabilan ekonomi yang sudah melemah karena permintaan domestik dan luar negeri yang lemah, aktivitas pabrik yang goyah, dan peningkatan pengangguran.
Salah satu manajer aset besar di China, Zhongrong International Trust Co, gagal membayar kewajiban pembayaran beberapa produk investasi dan memperingatkan akan adanya krisis likuiditas. Investor telah mengajukan surat keluhan kepada regulator, memohon kepada pihak berwenang untuk turun tangan setelah perusahaan gagal melakukan pembayaran.
Pada Jumat, Nomura memangkas proyeksi pertumbuhan China untuk tahun 2023 menjadi 4,6 persen, dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,1 persen, tetapi sebagian besar pertumbuhan tersebut mungkin terjadi pada kuartal I/2023 setelah pembatasan ketat Covid-19 dicabut.
China menargetkan pertumbuhan 5 persen untuk tahun ini, tetapi semakin banyak ekonom memperingatkan bahwa pertumbuhan tersebut dapat meleset dari target kecuali jika pemerintah meningkatkan langkah-langkah dukungan terhadap perekonomian.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan krisis properti China serta tidak adanya langkah stimulus konkret telah membuat pasar global menjadi dingin. Dalam upaya meningkatkan kepercayaan investor, regulator sekuritas China mengatakan bahwa mereka akan memangkas biaya perdagangan dan mendukung pembelian kembali saham dalam upaya meluncurkan langkah-langkah yang untuk menghidupkan kembali pasar saham.
Baca Juga
Namun sejauh ini, cakupan dukungan yang ditawarkan pemerintah China telah mengecewakan pasar keuangan. Sejumlah analis meragukan dan bertanya-tanya apakah pemerintah enggan untuk mengambil risiko menambah tumpukan utang yang sebagian disebabkan oleh stimulus besar-besaran di masa lalu.
Ekonom Capital Economics mengatakan perlambatan ekonomi membebani neraca sektor keuangan, dan hal ini meningkatkan risiko kesalahan kebijakan yang berantakan jika para pejabat tidak menangani situasi ini dengan hati-hati.
”Namun kami masih berpikir bahwa krisis keuangan yang menyeluruh adalah sebuah risiko daripada sebuah hasil yang mungkin terjadi," kata Capital Economics dalam laporannya.