Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Raksasa Properti China Evergrande Group Resmi Ajukan Bangkrut di AS

Evergrande Group yang terlilit utang lebih dari US$300 miliar resmi mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 15 di New York.
China Evergrande Center di Wan Chai, Hong Kong, pada Senin (20/9/2021)/Bloomberg-Kyle Lam
China Evergrande Center di Wan Chai, Hong Kong, pada Senin (20/9/2021)/Bloomberg-Kyle Lam

Bisnis.com, JAKARTA – Evergrande Group, raksasa real properti China yang dua tahun lalu memicu krisis utang sektor properti, resmi mengajukan kebangkrutan di Amerika Serikat pada Kamis (17/8/2023).

Melansir Bloomberg, Jumat (18/8/2023), Evergrande mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 15 di New York. Langkah ini melindunginya dari para kreditor di AS saat mengupayakan kesepakatan restrukturisasi di negara lain.

Pengajuan Bab 15 dari Evergrande ini ini merujuk pada proses restrukturisasi yang sedang dilakukan di Hong Kong dan Kepulauan Cayman.

Kesepakatan restrukturisasi utang internasional terkadang membutuhkan pengajuan Bab 15 dalam proses penyelesaian transaksi. Tahun lalu, pengembang yang berbasis di Beijing, Modern Land China Co. juga mengajukan kebangkrutan Bab 15 setelah gagal melunasi obligasi senilai US$250 juta dan menyatakan akan melanjutkan kesepakatan restrukturisasi utang luar negeri.

Nasib Evergrande memiliki implikasi luas bagi sistem keuangan China yang bernilai US$60 triliun, dan dapat berdampak terhadap seluruh bank dan jutaan pemilik rumah. Evergrande diketahui terlilit utang lebih dari US$300 miliar (sekitar Rp4.600 triliun) dan akan menjadi salah satu restrukturisasi terbesar yang pernah ada di China.

Sentimen terhadap pasar properti China telah bergejolak bulan ini setelah salah satu pengembang properti terbesar di negara ini, Country Garden Holdings Co, terancam gagal bayar, di tengah-tengah rekor kegagalan utang oleh para pengembang.

Situasi memburuk dalam beberapa hari terakhir ketika konglomerat keuangan Zhongzhi Enterprise Group Co. meningkatkan kewaspadaan setelah perusahaan-perusahaan afiliasinya gagal membayar beberapa produk investasi.

Krisis utang properti di China semakin dalam dengan cepat dan saat ini memasuki tahun keempat. Para pengembang yang terbiasa menggunakan utang untuk mendorong pembangunan mengalami gejolak pada tahun 2020. Saat itulah pihak berwenang menetapkan "tiga garis merah" yang menetapkan tolok ukur yang harus dipenuhi oleh para pengembang jika mereka ingin meminjam lebih banyak uang.

Obligasi dolar sampah (junk bond) China, yang sebagian besar diterbitkan oleh pengembang, anjlok dengan harga rata-rata sekarang sekitar 65 sen, menurut indeks Bloomberg.

Evergrande telah bekerja selama berbulan-bulan untuk menyelesaikan rencana restrukturisasi utang luar negeri. Pada April 2023, perusahaan mengungkapkan bahwa mereka belum memiliki tingkat dukungan kreditur yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan rencana tersebut.

Pada bulan Juli, perusahaan ini menerima persetujuan pengadilan untuk mengadakan pemungutan suara atas kesepakatan tersebut. Perusahaan mengatakan pada awal pekan ini bahwa mereka telah menjadwal ulang pertemuan skema untuk para kreditur hingga 28 Agustus.

Evergrande pertama kali mengalami gagal bayar obligasi dolar pada Desember 2021 setelah berbulan-bulan mengalami ketidakpastian tentang keuangannya. Perjuangan perusahaan membantu memicu gelombang awal kekhawatiran tentang sektor properti China yang terus tumbuh.

Anak usaha Evergrande di sektor kendaraan listrik, China Evergrande New Energy Vehicle Group Ltd., sepakat untuk menjual sekitar 28 persen sahamnya kepada perusahaan rintisan yang berbasis di Dubai, NWTN Inc, yang membuat saham produsen mobil ini melonjak pada awal pekan ini di tengah ekspektasi bahwa kesepakatan tersebut dapat mempertahankan bisnisnya.

NWTN akan menginvestasikan US$500 juta di China Evergrande New Energy Vehicle Group Ltd. dengan imbalan saham dan mayoritas dewan direksi pembuat mobil listrik.

Analis Bloomberg Intelligence Daniel Fan dan Adrian Sim mengatakan rencana utang Evergrande dapat terbantu dengan pelepasan saham ini.

”NWTN dapat menjadi pemegang saham terbesar setelah pertukaran penuh obligasi wajib (mandatory exchangeable bond), dan akses pendanaan unit kendaraan akan membantu nilai sekuritas tersebut dalam rencana utang Evergrande serta menormalkan produksi kendaraan listrik,” ungkap mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper