Bisnis.com, JAKARTA - Raksasa properti China Evergrande Group mengumumkan rencana merestrukturisasi utang sekitar US$20 miliar atau setara dengan Rp303,3 triliun.
Krisis keuangan raksasa properti terbesar kedua di China dengan utang menembus US$300 miliar membuat dunia kini lebih waspada, pasalnya krisis tersebut tentunya akan berdampak kepada sektor properti China lainnya.
"Usulan restrukturisasi sesuai dengan norma restrukturisasi internasional dan praktik terbaik," kata Evergrande dalam sebuah pernyataan kepada Bursa Efek Hong Kong pada Rabu (22/3/2023)
Pihak manajemen menambahkan mereka akan menggunakan upaya terbaiknya untuk memulihkan ekosistem modal dan bisnis yang sehat, memperbaiki struktur modalnya, dan menstabilkan operasi bisnisnya.
Berdasarkan proposal tersebut, kreditur akan menukar obligasi Evergrande dengan obligasi baru dan investasi terkait ekuitas yang didukung oleh perusahaan dan dua anak perusahaan yang terdaftar di Hong Kong.
Awal pekan ini, Evergrande mengatakan sekelompok pemegang obligasi luar negeri telah menyetujui proposal tersebut.
Baca Juga
Perusahaan berencana untuk meminta persetujuan pemegang obligasi lain pada akhir bulan ini, menjelang restrukturisasi pada 1 Oktober 2023.
Laporan keuangan perusahaan yang terlambat untuk tahun 2021 dan 2022 juga akan dirilis dalam beberapa bulan mendatang.Sementara itu, perdagangan sahamnya yang terdaftar di Hong Kong akan tetap ditangguhkan.
Evergrande sendiri merupakan pengembang properti paling banyak berutang di dunia, pernah menjadi pengembang terlaris di China.
Perusahaan tersebut telah berkembang secara agresif menjadi salah satu perusahaan terbesar di China yang memiliki utang lebih dari US$300 miliar.
Hal ini membuat Evergrande menawarkan propertinya dengan diskon besar untuk memastikan uang masuk agar bisnis tetap berjalan. Sejak itu telah berjuang untuk memenuhi pembayaran bunga atas utangnya.
Pada Desember 2021, Evergrande melewatkan tenggat waktu penting dan gagal membayar bunga sekitar US$1,2 miliar pinjaman internasional.
Sementara itu, Kepala Investasi Pendapatan Tetap Haitong International Asset Management Ltd, Sunny Jiang menuturkan, secara keseluruhan pihaknya tidak terlalu puas dengan proposal restrukturisasi Evergrande, karena tidak ada lagi peningkatan kredit dan tenor baru terlalu lama.
"Jika rencana ini disahkan, kami khawatir ini akan menjadi contoh buruk bagi pengembang lain yang mempertimbangkan proposal restrukturisasi mereka, dan mungkin akan lebih menantang bagi pemegang obligasi untuk menutup investasi mereka," ujar Jiang dilansir dari CNN International, Sabtu(25/3/2023).
Jika Evergrande gagal melanjutkan rencana restrukturisasi, perusahaan mungkin harus menghadapi proses likuidasi yang diajukan oleh investor di salah satu unitnya di pengadilan Hong Kong.
Kini, pasar properti China berada di bawah tekanan dari ekonomi yang melambat dan krisis uang tunai yang serius, lantaran sektornya mampu menyumbang sekitar sepertiga dari output ekonomi di ekonomi terbesar kedua di dunia.