Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait hilirisasi dan larangan ekspor mineral mendapat sorotan dari Dana Moneter Internasional (IMF).
IMF meminta pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan pembatasan ekspor komoditas mineral secara bertahap.
Berdasarkan IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia yang dikutip pada Senin (10/7/2023), pemerintah Indonesia juga diminta untuk tidak memperluas kebijakan larangan ekspor ke komoditas lainnya.
IMF menilai reformasi struktural di dalam negeri sangat penting untuk mendukung pertumbuhan jangka menengah dan harus sejalan dengan kebijakan untuk melakukan diversifikasi ekonomi.
Permintaan IMF tersebut membuat beberapa menteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat suara, tak terkecuali Jokowi sendiri.
Jokowi mengatakan bahwa dirinya tidak takut dengan apa yang saat ini tengah dihadapi oleh Indonesia terkait dengan pembatasan ekspor komoditas mineral.
Baca Juga
Jokowi berdalih bahwa program pembatasan ekspor komoditas mineral digunakan untuk meningkatkan nilai tambah minerba dalam negeri. Usai melarang ekspor bijih nikel pada 2020 lalu, Jokowi menghentikan ekspor bijih bauksit per 10 Juni 2023 lalu. Dirinya dan jajaran sepakat siap untuk menghadapi konsekuensi adanya pelarangan ini, termasuk gugatan dari World Trade Organization (WTO).
Bahlil hingga Luhut Angkat Suara
Permintaan IMF terkait dengan penghapusan pembatasan ekspor ini menarik perhatian Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Dia menolak tegas usulan penghapusan larangan ekspor komoditas mineral tersebut.
Dirinya mengatakan bahwa hilirasi mineral dan larangan ekspor akan tetap dilakukan oleh pihaknya sebagai prioritas dalam pemerintahan Presiden Jokowi.
“Langit mau runtuh pun, hilirisasi tetap akan akan menjadi prioritas negara dalam pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Kedua, larangan ekspor akan tetap kami lakukan,” kata Bahlil dalam sesi konferensi pers, beberapa waktu lalu.
Tidak hanya sampai situ, Bahlil juga membandingkan pihak Amerika Serikat yang melarang eskpor chip semikonduktor. Terlebih, AS juga berecana menerapkan kebijakan lebih ketat terkait ekspor semikonduktor ke China.
Dengan adanya situasi ini, Bahlil menuding jika IMF melakukan praktik standar ganda, di mana IMF mendukung tujuan hilirisasi guna transformasi struktural, tetapi di lain sisi menentang kebijakan larangan ekspor yang dijalankan Indonesia.
Selain Bahlil, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga memberi respons terkait permintaan IMF ini. Sri Mulyani menyebut bahwa sah saja jika IMF memiliki pandangan tersebut. Namun, IMF juga perlu melihat bahwa apa yang dilakukan Indonesia memiliki tujuan memperkuat struktural industri.
Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa program hilirisasi pemerintah sejauh ini telah berhasil dan efektif meningkatkan nilai tambah komoditas di dalam negeri.
“Dengan keputusan itu, neraca pembayaran kita semakin kuat, jadi malah makin bagus,” ujar Sri Mulyani.
Tak ketinggalan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan juga ikut bersuara terkait keraguan sejumlah pihak terhadap program hilirisasi tambang Indonesia. Menurutnya, dalam setiap kunjungan ke beberapa negara mitra dan sahabat, program hilirisasi mendapat apresiasi dan pujian.
"Mungkin di mata negara-negara maju dan institusi internasional, program hilirisasi mineral Indonesia tidak berarti apa-apa. Tetapi bagi saya, inilah legacy terbaik dari Presiden Joko Widodo yang diberikan untuk generasi penerus bangsa dalam 20 atau bahkan 50 tahun ke depan," kata Luhut melalui akun Instagram pribadinya.
Sebelumnya, Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi mengungkapkan bahwa Luhut berencana menemui Managing Director IMF untuk membahas kebijakan larangan ekspor mineral Indonesia.
Adapun, pertemuan dengan IMF tersebut rencananya akan dilakukan pada akhir Juli atau awal Agustus 2023 mendatang.
“Menko Luhut nantinya akan ke Amerika dan berencana bertemu dengan Managing Director IMF untuk menjelaskan visi kami ini dengan lebih detail. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menjalin dialog yang konstruktif dan berbagi tujuan kita dalam menciptakan Indonesia yang lebih berkelanjutan, adil, dan sejahtera,” ujar Jodi, dikutip dari Antara, Jumat (30/6/2023).