Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pekerja Informal Bertambah, Kinerja Industri Dipertanyakan?

Secara statistik, prosentase pekerja informal pada kuartal I/2023 mencapai lebih dari 60 persen.
Ilustrasi Manufaktur/.Reuters
Ilustrasi Manufaktur/.Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Prosentase pekerja sektor informal terus bertambah menembus 50 persen, hal ini memicu pertanyaan kinerja manufaktur di tengah beberapa indikator makro yang positif.

Lebih jauh, pertambahan tenaga kerja sektor informal seiring menurunnya kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB malah menyingkap pertanyaan terkait kondisi sektor industri saat ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2023, penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 83,34 juta orang atau sebanyak 60,12 persen dibandingkan jumlah penduduk yang bekerja yaitu sebesar 138,53 juta orang.

Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal ini naik sebesar 0,15 persen jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal Februari 2022 yang mencapai 81,33 juta orang.

Sedangkan yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 55,29 juta orang atau setara dengan 39,88 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Dibandingkan Februari 2022, persentase penduduk bekerja pada kegiatan.

Namun, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan pihaknya tidak melihat hal tersebut sebagai deindustrialisasi lantaran menurutnya kontribusi industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) masih dinilai dalam keadaan yang baik.

“Saya tidak melihat ini merupakan proses deindustrialisasi, bahkan sebaliknya pertumbuhan industri masih baik, industri terhadap PDB juga masih baik, ekspor juga baik,” kata Agus di kantor Kemenperin pada Rabu (10/5/2023).

Terlebih, Agus mengklaim sektor industri masih menjajaki pertumbuhan sebesar 4,67 persen pada kuartal I/2023 ini, dibanding periode yang sama tahun lalu (YoY). Menurutnya angka tersebut telah mendekati angka pertumbuhan ekonomi nasional kuartal I/2023 ini yang mencapai 5,03 persen (YoY).

“Kita juga lihat berdasarkan PMI [Purchasing Manager’s Index] itu angkanya angka ekspansinya sangat menjanjikan bahkan sejak Maret dibandingkan bulan Maret dan April itu ada kenaikan. Selama 20 bulan berturut turut angka PMI itu dalam posisi ekspansif,” jelas Agus.

Berkaca terhadap PMI manufaktur yang dirilis S&P Global setiap bulannya, tercatat manufaktur Indonesia terakhir kali mengalami kontraksi pada bulan Agustus 2021 dengan angka 43,7, meskipun kemudian melonjak pada bulan berikutnya menjadi 52,2.

Sejak saat itu, PMI manufaktur Indonesia tercatat selalu dalam keadaan ekspansi. Terakhir S&P Global merilis PMI manufaktur Indonesia pada bulan April lalu mencapai angka 52,7, meningkat cukup signifikan sebesar 0,8 poin dari bulan sebelumnya yang mencapai 51,9.

Tidak hanya PMI, Agus juga mengutip angka Indeks Kepercayaan Industri (IKI) industri manufaktur yang dirilis Kemenperin setiap bulannya dan menunjukan manufaktur Indonesia berada dalam level ekspansi atau diatas angka 50 sejak IKI pertama kali dirilis bulan November 2022 lalu.

Pada bulan November 2022 IKI tercatat pada angka 50,89, kemudian meningkat 0,01 pada bulan Desember 2022 menjadi 50,90. Bulan Januari nilai IKI kembali meningkat jadi 51,54 dan Februari 52,32.

Namun, IKI bulan Maret mengalami penurunan sebesar 0,45 menjadi 51,87 dan April melanjutkan tren penurunan menjadi 52,32.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Widya Islamiati
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper