Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Demi Program Prioritas, Apa Saja yang Dikorbankan Prabowo dalam RAPBN 2026?

RAPBN 2026 Prabowo fokus pada program prioritas, mengorbankan transfer daerah dan belanja modal. Anggaran pusat naik, TKD turun 24,8%, belanja modal turun 20,4%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan keterangan kepada wartawan terkait RAPB dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan keterangan kepada wartawan terkait RAPB dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto memfokuskan alokasi anggaran ke program-program unggulannya. Di tengah keterbatasan fiskal, harus ada yang menjadi korban dari ambisi Prabowo memenuhi janji politiknya

Presiden sendiri telah menyerahkan Nota Keuangan dan RAPBN 2026 ke parlemen pada akhir pekan lalu. Dalam pidatonya, Prabowo memaparkan fokus anggaran pada tahun depan.

Jika dibandingkan dengan postur APBN tahun ini maka tampak belanja negara menjadi lebih tersentralisasi. Belanja pemerintah pusat naik 17,8% dari Rp2.663,4 triliun (outlook APBN 2025) menjadi Rp3.136,5 triliun (RAPBN 2026).

Sebaliknya, transfer ke daerah (TKD) turun 24,8% dari Rp864,1 triliun (outlook APBN 2025) menjadi Rp650 triliun (RAPBN 2026). Artinya, Prabowo mengorbankan anggaran yang selama ini digunakan daerah untuk melakukan pembangunan sesuai keinginannya.

"Jadi, semua program itu akan didorong dan dijalankan sebagian besar oleh pemerintah pusat. Sementara, pemerintah daerah hanya akan tergantung lewat DAK [dana alokasi khusus] atau DAU [dana alokasi umum] yang semuanya juga banyak telah diarahkan pengeluarannya," jelas Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan dalam media briefing, Senin (18/8/2025).

Sementara berdasarkan jenis belanja pemerintah pusat, Prabowo tampak mengorbankan investasi jangka panjang. Ketika jenis belanja lain meningkat, belanja modal yang biasanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pembelian aset pemerintah justru berkurang cukup drastis.

Perinciannya, belanja modal turun 20,4% dari Rp344,33 triliun (outlook APBN 2025) menjadi Rp274,17 triliun (RAPBN 2025). Akibatnya porsinya belanja modal terhadap total belanja pemerintah pusat menurun drastis yaitu dari 12,9% (outlook APBN 2025) menjadi 8,7% (RAPBN 2026).

"Ini menjadi pertanyaan tentang kapasitas, produktivitas atau production capacity dari negara ini karena belanja modalnya makin hari makin kecil," ujar Deni.

Sementara itu, jenis belanja pemerintah pusat jenis lain mengalami kenaikan nilai anggaran seperti belanja pegawai (naik 11,6%), belanja barang (47,5%), pembayaran bunga utang (8,6%), subsidi (10,7%), hibah (73%), bantuan sosial (8,5%), dan belanja lain-lain (50,4%).

Meski naik dari segi nilai anggaran, ada yang mengalami penurunan dari segi persentasenya terhadap total belanja pemerintah pusat: porsi belanja pegawai turun dari 19,5% (outlook APBN 2025) menjadi 18,5% (RAPBN 2025), pembayaran bunga utang turun dari 20,7% menjadi 19,1%, subsidi turun dari 10,8% menjadi 10,2%, dan bantuan sosial turun dari 5,8% menjadi 5,3%.

"Jadi peningkatan [anggaran] program-program prioritas pemerintahan Prabowo mengorbankan belanja dari bantuan sosial yang cenderung menurun, dan walaupun porsi pembayaran bunga utang sedikit berkurang, porsinya itu dalam belanja negara masih sangat besar yaitu sekitar 19%," tutup Deni.

RAPBN 2026 Diarahkan untuk Program Prioritas Prabowo

Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui RAPBN 2026 disusun untuk mendukung agenda-agenda prioritas Prabowo. Berbagai agenda prioritas itu masing-masing mendapat anggaran sebesar Rp164,4 triliun untuk ketahanan pangan, Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan (Rp335 triliun di antaranya atau hampir 44% untuk biayai program makan bergizi gratis).

Kemudian Rp244 triliun untuk anggaran kesehatan; Rp181,8 triliun untuk pembangunan desa, koperasi merah putih, dan UMKM; Rp402,4 triliun untuk anggaran ketahanan energi; Rp608,2 untuk anggaran perlindungan sosial; Rp424,8 triliun untuk pertahanan semesta; Rp530 triliun untuk kontribusi investasi; dan Rp57,7 triliun untuk program tiga juta rumah.

Untuk biayai semua itu di tengah kapasitas fiskal yang sempit, Sri Mulyani tidak menampik anggaran transfer ke daerah atau TKD menjadi menurun. Hanya saja, dia meyakini penurunan itu akan terkompensasi dengan anggaran program kementerian atau lembaga (K/L) yang diklaim langsung diterima dan dirasakan masyarakat senilai Rp1.376,9 triliun.

"Itu yang makanya diharapkan sesuai dengan arahan bapak Presiden, para menteri harus rajin untuk menyampaikan ke masing-masing daerah," tuturnya di konferensi pers RAPBN 2026 di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jumat (15/8/2025).

Di samping itu, Bendahara Negara mengakui bahwa ada beberapa daerah yang memiliki kapasitas fiskal sebagaimana pemetaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Oleh sebab itu, lanjutnya, pemerintah akan mengatasi agar pelayanan minimal daerah-daerah tersebut bisa tetap dilakukan untuk publik.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan harapannya agar alokasi anggaran itu tepat sasaran dan sesuai dengan kapasitas fiskal masing-masing daerah.

Tito menjelaskan, daerah-daerah yang memiliki kapasitas fiskal kuat lantaran kepemilikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi. Sementara itu, ada daerah juga yang masih sangat bergantung dengan transfer dari pemerintah pusat.

Menurut Tito, standar minimum kapasitas fiskal daerah ditentukan dengan kemampuan masing-masing pemerintah daerah untuk memenuhi pelayanan minimal mereka. Misalnya, belanja operasional, pegawai, maupun belanja-belanja standar pelayanan minimal (SPM) yang meliputi pendidikan, kesehatan, infrastruktur, perumahan, kawasan dan permukiman serta perlindungan sosial (perlinsos).

"Nanti mungkin kita akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan [Dasar dan Menengah], Kementerian Pekerjaan Umum terutama untuk meng-cover problem-problem di tiga bidang yang sangat dasar itu di daerah-daerah sehingga ada pengalihan anggaran ke pusat ke kementerian/lembaga, tapi pemerintahan tetap berjalan dan dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat karena langsung dikerjakan pemerintah pusat," terang mantan Kapolri itu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro