Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasokan Gas Industri Seret, Pengamat Sarankan Pembentukan Agregator

Pasokan gas industri domestik mengalami kendala, pengamat menyarankan pembentukan agregator gas untuk mengatasi masalah ini.
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN

Bisnis.com, JAKARTA — Keterbatasan pasokan gas domestik untuk kebutuhan industri tengah menjadi sorotan. Pengamat pun mendesak dibentuknya agregator gas guna mencegah kejadian serupa terulang.

Ketatnya pasokan gas ini banyak dikeluhkan pelaku industri. Menurut para pengusaha, pembatasan gas mengganggu produktivitas kinerja produksi pengolahan.

Sebelumnya, Indonesian Rubber Glove Manufacturers Association (IRGMA) melaporkan kondisi industri di area Tangerang yang mengalami penurunan tekanan gas. Bahkan, sejumlah pabrik mematikan kiln atau pemanas bersuhu tinggi sehingga produksi terhenti.

Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat, guna mencegah kelangkaan gas terulang, perlu pembenahan dalam pengaturan tata kelola gas nasional.

"Perlu ada agregator gas yang berfungsi sebagai entitas yang bertanggung jawab terhadap pengadaan dan pemenuhan gas untuk domestik," ucap Pri Agung kepada Bisnis, Selasa (19/8/2025).

Dia menjelaskan, agregator gas ini kurang lebih fungsi dan tugasnya sama dengan Pertamina yang ditugasi untuk melakukan pengadaan, pendistribusian, dan pemenuhan kebutuhan BBM-LPG di Tanah Air. Secara teknis, agregator memiliki infrastruktur storage hingga transmisi distribusi.

"Jadi, akan bisa memiliki stok atau persediaan gas untuk sewaktu-waktu jika terjadi turunnya pasokan di hulu, maka bisa menggunakan stok yang ada," imbuh Pri Agung.

Lebih lanjut, dia mengatakan, untuk lebih menjamin ketersediaan suplai, seperti halnya di dalam pengadaan BBM-LPG, agregator ini juga perlu diberi penugasan untuk mendapatkan kewenangan di dalam pengadaan gas, baik dari sumber domestik maupun impor.

Menurut Pri Agung, yang memungkinkan menjadi agregator adalah PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN. Sebab, saat ini lebih dari 90% infrastruktur gas yang ada di RI dimiliki dan dioperasikan oleh PGN.

"Maka yang paling logis untuk ditugaskan menjadi agregator gas di kita ya PGN ini," ucapnya.

Pri Agung menambahkan bahwa langkah ini yang sebaiknya segera dilakukan pemerintah, yakni menerbitkan peraturan perundangan untuk penugasan BUMN migas.

"Seperti PGN ini, untuk menjadi agregator gas, menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam pengadaan pemenuhan kebutuhan gas domestik," katanya.

Opsi Impor LNG

Pri Agung pun berpendapat, untuk kondisi darurat, impor LNG dapat menjadi solusi permasalahan pasokan gas. Namun, impor hanya dilakukan sementara sampai dengan produksi dan infrastruktur gas domestik dapat memenuhi kebutuhan pada seluruh wilayah di Indonesia.

Berdasarkan data yang dia kantongi, harga LNG impor dari Amerika Serikat, Qatar, Malaysia, dan Rusia yang diperdagangkan di pasar Asia relatif kompetitif dengan harga LNG domestik.

Rata-rata harga LNG free on board (FOB) selama periode 2024 dari Amerika Serikat (AS), Qatar, Malaysia, dan Rusia masing-masing sekitar US$7 per MMBtu, US$7 per MMBtu, US$9 per MMBtu, dan US$11 per MMBtu.

Menurutnya, jika mengacu pada formula harga LNG domestik yang ditetapkan 17,4% x ICP, sementara rata-rata ICP 2024 sebesar US$78,14 per barel, maka rata-rata harga LNG domestik selama periode 2024 adalah sekitar US$13,59 per MMBTU.

"Mengacu pada data tersebut, harga LNG impor dari AS, Qatar, Malaysia, dan Rusia dapat dikatakan relatif kompetitif dengan harga LNG domestik," ucap Pri Agung.

Dia menilai dari empat negara yang potensial menjadi sumber impor LNG tersebut, AS berpotensi dapat memberikan harga LNG yang lebih kompetitif. Berdasarkan data, rata-rata harga LNG FoB dari AS selama periode Januari – April 2025 adalah sekitar US$7,73 per MMBTU.

Adapun, biaya pengangkutan sampai ke wilayah Asia termasuk Indonesia diperkirakan antara US$2,09 sampai dengan US$4,75 per MMBtu. Namun, biaya ini akan tergantung kapasitas LNG yang diangkut dan armada yang digunakan.

"Dengan menambahkan biaya pengangkutan tersebut, rata-rata harga LNG impor dari AS sampai di wilayah Asia adalah sekitar US$9,82 USD – US$12,48 per MMBtu. Harga tersebut relatif kompetitif dengan harga LNG domestik pada periode yang sama yang berada pada kisaran US$12,51 per MMBtu," jelas Pri Agung.

PGN Klaim Pasokan Mulai Stabil

Sementara itu, PGN baru-baru ini memastikan pasokan gas bagi pelanggan industri di Jawa Barat dan sebagian Sumatra kembali stabil.

Berdasarkan keterbukaan informasi, dikutip Senin (18/8/2025), PGN bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), SKK Migas, PT Pertamina (Persero), dan pemangku kepentingan lainnya, telah mengambil langkah intensif.

Corporate Secretary PGN Fajriyah Usman menjelaskan, saat ini tekanan gas dalam infrastruktur pipa PGN berangsur stabil. Peningkatan pasokan ini diperoleh dari tambahan gas yang kini mengisi stok dalam jaringan pipa.

Dia menambahkan bahwa kepastian tambahan pasokan lainnya juga telah dikonfirmasi dan akan digunakan untuk meningkatkan keandalan operasional demi menjaga kestabilan pasokan kepada pelanggan.

"Upaya ini adalah bukti sinergi antara PGN dan berbagai pihak terkait untuk menjamin kelangsungan layanan kepada pelanggan," katanya.

PGN, lanjutnya, selalu berupaya memastikan ketersediaan pasokan gas bumi untuk mendukung operasional seluruh pelanggan, terutama sektor industri yang memiliki efek berantai signifikan terhadap perekonomian nasional.

Sejalan dengan upaya stabilisasi pasokan ini, PGN terus mengingatkan pentingnya pengendalian pemakaian gas oleh pelanggan.

"PGN mengapresiasi dukungan penuh dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terkait. Kami akan terus berkoordinasi aktif untuk mendapatkan solusi terbaik dalam menjaga pasokan gas secara berkelanjutan," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro