Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menanggapi hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang tidak memberikan rekomendasi untuk impor KRL bekas dari Jepang.
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota MTI, Aditya Dwi Laksana, mempertanyakan dasar analisis data terkait tingkat okupansi KRL Jabodetabek yang disebutkan di kisaran 62 persen pada tahun ini. Menurutnya, data-data tersebut tidak mencerminkan kondisi faktual di lapangan secara akurat.
Sebelumnya, hasil audit BPKP menyebutkan overload pada KRL saat ini memang terjadi pada saat jam sibuk atau peak hour. Namun, secara keseluruhan tingkat okupansi 2023 masih sebesar 62,75 persen dan untuk 2024 diperkirakan masih 75 persen, serta pada 2025 menjadi 83 persen.
Aditya menjelaskan tingkat kepadatan KRL Jabodetabek tidak akan merata sepanjang 1 hari operasi. Dia memaparkan, tingkat kepadatan KRL akan tinggi pada saat jam sibuk atau peak hour di rentang 06.00 – 09.00 serta 16.00-19.00.
Sementara itu, pada jam 09.00-11.00 dan 19.00-21.00 okupansi KRL juga cukup tinggi. Namun tidak seramai pada jam-jam sibuk. Adapun, okupansi KRL akan rendah pada jam 21.00 ke atas.
“Artinya pendekatan penghitungannya tidak boleh dilakukan secara rata-rata berapa jumlah sarana, pola operasi dan kapasitasnya kemudian dibagi dengan pergerakan penumpang harian. Kalau begitu, sudah pasti akan ada kapasitas di KRL yang idle, harus dilihat secara faktual,” jelasnya saat dihubungi, Minggu (9/4/2023).
Baca Juga
Menurutnya, pemerintah tidak bisa hanya menunggu rangkaian KRL yang dipesan ke PT Industri Kereta Api (Persero) atau Inka rampung pada 2025-2026 mendatang.
Dia mengingatkan sebanyak 29 rangkaian KRL milik PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter rencananya akan dipensiunkan pada 2023-2024.
Di sisi lain, opsi retrofit atau penggantian suku cadang dan teknologi pada rangkaian KRL lama juga akan mengurangi jumlah kereta yang beroperasi. Aditya menuturkan, proses retrofit KRL tidak hanya berlangsung dalam 1 atau 2 bulan. Proses penggantian suku cadang dan teknologi baru ini diperkirakan memakan waktu sekitar 17 bulan.
“Tolong berikan solusi ke masyarakat yang tidak mengganggu pelayanan transportasi publik,” jelas Aditya.
Sementara itu, Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, mengatakan pihaknya akan melakukan diskusi dengan pemangku kepentingan lain setelah audit BPKP tidak merekomendasikan dilakukannya impor KRL bekas dari Jepang.
“Sehubungan dengan telah keluarnya hasil kajian BPKP terkait impor sarana KRL bukan baru oleh PT Kereta Commuter Indonesia yang menyebutkan rencana impor kereta tidak memenuhi kriteria, kami mendukung usulan Komisi V DPR RI untuk menindaklanjuti temuan BPKP tersebut,” jelas Adita.
Adita melanjutkan, Kemenhub melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian sebelumnya telah menyampaikan rekomendasi teknis terkait peremajaan sarana KRL Jabodetabek melalui surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian dengan tanggal 19 Desember 2022.
Sesuai dengan rekomendasi teknis tersebut, Kemenhub mendukung upaya PT Kereta Commuter Indonesia dalam menggunakan sarana KRL produksi dalam negeri melalui penandatanganan MoU terkait pemesanan sarana baru dengan PT INKA.
Di sisi lain, Adita menyebutkan adanya kebutuhan mendesak untuk melakukan peremajaan sarana KRL yang sudah akan memasuki masa pensiun.
“Sehingga ada keinginan PT Kereta Commuter Indonesia melakukan pembelian sarana bukan baru,” ujarnya.