Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang 17 Agustus PBB Naik, Ekonom: Pemda Harus Kreatif Urus Fiskal

Menjelang 17 Agustus, kenaikan PBB memicu keresahan di masyarakat dan menciptakan demo Pati.
PBB naik, ribuan warga melakukan aksi demo di depan pendopo Kabupaten Pati, untuk menuntut Bupati Pati Sudewo agar mengundurkan diri dari jabatannya. , di Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif
PBB naik, ribuan warga melakukan aksi demo di depan pendopo Kabupaten Pati, untuk menuntut Bupati Pati Sudewo agar mengundurkan diri dari jabatannya. , di Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif

Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang pidato kenegaraan dan upacara kemerdekaan 17 Agustus 2025, kepala daerah ramai-ramai menaikan PBB. Kenaikan PBB ini memicu keributan di tengah masyarakat.

Ekonom UPN Veteran Jakarta Ferry Irawan menuturkan pemerintah daerah (pemda) perlu mencari cara kreatif untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), alih-alih menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) yang membebani masyarakat.

Ferry mengatakan warga semakin resah, karena adanya kenaikan lonjakan tarif PBB-P2, seperti di Kabupaten Pati, Jateng, yang sempat naik hingga 250 persen sebelum dibatalkan, sampai Kabupaten Jombang yang bahkan menembus 1.000 persen.

"Mungkin, bagi yang memiliki sumber daya alam, bisa dioptimalisasi sumber daya alamnya atau misalkan ada industri pariwisata di daerah tersebut yang bisa digali, bisa diintensifikasi, selain meningkatkan atau menaikkan tarif PBB," ujar Ferry seperti dikutip dari ANTARA di Jakarta, Jumat (15/8/2025). 

Ferry menjelaskan sebenarnya dasar hukum pengenaan PBB-P2 telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), yang menetapkan tarif maksimal sebesar 0,5 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) kena pajak.

Penentuan tarif di bawah batas tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

"Memang, kalau dari sisi kewajaran, melihat perkembangan perekonomian saat ini saya kira kurang tepat ya pengenaan (kenaikan) PBB yang sampai ratusan persen," ungkapnya.

Saat ditanya apakah kebijakan kenaikan PBB berkaitan dengan efisiensi pemerintah pusat, Ferry menilai hal itu bisa menjadi salah satu kemungkinan. Pemda memang menerima dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat.

Namun, dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran di tingkat pusat, daya ungkit pembangunan daerah dapat terdampak, sehingga pemda mencari sumber pendanaan tambahan.

"Kita tahu bahwa saat ini pemerintah di pusat sedang melakukan efisiensi anggaran, sehingga mungkin daya ungkit untuk pembangunan di daerah menjadi terdampak. Dan, pemerintah harus mengambil tindakan di daerah, apa yang harus dilakukan untuk pembiayaan di daerah melalui APBD," katanya.

Ferry menyarankan agar pemerintah lebih kreatif untuk mengatasi tantangan fiskal pemda dan mengoptimalkan potensi PAD lain. Dia menekankan perlunya koordinasi antara pemda dan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri serta Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan di Kementerian Keuangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro