Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daftar Kabupaten Kota Pemilik PAD di Bawah Rp100 Miliar, NTT dan Sumut Paling Banyak

Pemerintah berencana memangkas dana transfer ke daerah (TKD) untuk mendanai program Presiden Prabowo, mengancam pembangunan di daerah berpendapatan rendah. Apkasi akan membahas strategi menghadapi kebijakan ini.
Presiden Prabowo Subianto didampingi Mendagri Tito Karnavian dalam agenda pelantikan 961 kepala daerah periode 2025-2030 di Kompleks Istana Kepresidenan pada Kamis (20/2/2025). Dok Youtube Setpres RI
Presiden Prabowo Subianto didampingi Mendagri Tito Karnavian dalam agenda pelantikan 961 kepala daerah periode 2025-2030 di Kompleks Istana Kepresidenan pada Kamis (20/2/2025). Dok Youtube Setpres RI

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah siap memangkas dana transfer ke daerah atau TKD sebagai strategi realokasi anggaran untuk biaya program unggulan Presiden Prabowo Subianto. Pembangunan di ratusan kabupaten/kota berpendapatan rendah terancam, ketimpangan antara daerah maju dan tertinggal pun berpotensi semakin lebar.

Pemerintah daerah pun tidak tinggal diam. Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia alias Apkasi akan menggelar pembahasan internal terkait rencana efisiensi dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat.

Wakil Ketua Umum Apkasi Masinton Pasaribu menjelaskan langkah tersebut ditempuh untuk merumuskan sikap bersama terkait kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat, terutama bagi daerah yang masih bergantung dana TKD untuk membiayai belanja publik.

"Apkasi akan membicarakan secara internal TKD yang akan diefisiensi oleh pemerintah pusat,” ujar Masinton kepada Bisnis, Kamis (14/8/2025).

Bupati Tapanuli Tengah itu tidak menampik bahwa selama ini tidak ada dialog resmi antara pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten (pemkab) terkait rencana efisiensi dana TKD.

Masalahnya, masih banyak kabupaten/kota dengan pendapatan asli daerah (PAD) di bawah Rp100 miliar per tahun termasuk Tapanuli Tengah. Dengan ruang fiskal yang terbatas, Masinton khawatir efisiensi TKD berpotensi menghambat pembangunan daerah.

Masinton mengusulkan pemerintah pusat menyusun klaster daerah berdasarkan kemampuan keuangan untuk menghindari efek pemangkasan anggaran yang tidak proporsional.

Dia mencontohkan pembagian tiga klaster yaitu daerah dengan PAD di bawah Rp100 miliar, PAD Rp100 miliar sampai Rp250 miliar, dan PAD di atas Rp250 miliar.

Daftar Daerah PAD di Bawah Rp100 Miliar

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan yang diolah Bisnis, memang masih ada ratusan kabupaten/kota yang masih sangat bergantung kepada dana TKD.

Sebagai perbandingan, APBD 2024 dari 510 kabupaten/kota yang dihimpun Bisnis, ada 166 kabupaten/kota dengan PAD di bawah Rp100 miliar; 158 kabupaten/kota dengan PAD di kisaran Rp100—250 miliar; dan 186 kabupaten/kota dengan PAD di atas Rp250 miliar.

Bahkan ada 232 kabupaten/kota yang persentase PAD terhadap total pendapatan daerahnya di bawah 10%, yang menunjukkan hampir separuh kabupaten/kota masih sangat tergantung kepada TKD sebagai sumber utama pendapatan daerah.

Misalnya Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua Pegunungan yang hanya memiliki PAD sebesar Rp1,39 miliar dalam APBD 2024 atau hanya setara 0,15% dari total pendapatan daerah Mamberamo Tengah sebesar Rp938,26 miliar. Artinya, hampir 99% pendapatan daerah Mamberamo Tengah berasal dari dana TKD pemerintah pusat.

Sebaliknya, hanya ada 7 kabupaten/kota yang persentase PAD terhadap total pendapatan daerahnya di atas 50%. Semuanya ada di Jawa-Bali yaitu Jakarta, DKI Jakarta; Kota Semarang, Jawa Tengah; Surabaya, Jawa Timur; Badung, Bali; Gianyar, Bali; Kabupaten Tangerang, Banten; dan Cilegon, Banten.

Ratusan kabupaten/kota yang masih bergantung kepada dana TKD memang terkonsentrasi di luar Pulau Jawa, yang menandakan adanya potensi ketimpangan yang semakin besar antara daerah maju dan tertinggal apabila efisiensi TKD tidak dilaksanakan secara hati-hati.

10 provinsi dengan jumlah kabupaten/kota PAD di bawah Rp100 miliar terbanyak yaitu Sumatera Utara (14), Nusa Tenggara Timur (14), Sulawesi Utara (11), Sulawesi Tenggara (11), Bengkulu (9), Maluku (8), Papua Pegunungan (8), Papua (7), Aceh (7), dan Lampung (6).

Daerah Berpendapatan Rendah Bisa Apa?

Menariknya, di tengah ancaman efisiensi dana TKD dari pemerintah pusat itu, sejumlah pemerintah daerah mewacanakan tarif pajak daerah. Contohnya Pati, yang belakangan banyak menjadi sorotan hingga penolakan besar-besaran.

Bupati Pati Sudewo berencana menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) hingga 250%. Tak heran, Pati merupakan menjadi salah satu daerah yang bergantung banyak dari dana TKD.

Pada 2024, PAD Pati sebesar Rp415,28 miliar atau hanya setara 14,56% dari total pendapatan daerah yang mencapai Rp2,85 triliun. Artinya setidaknya 4/5 pendapatan daerah Pati berasal dari TKD.

Sebagai perbandingan, dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, Pati merupakan daerah dengan persentase PAD terhadap total pendapatan daerah terendah ketiga. Pati hanya unggul ada Wonogiri (11,75%) dan Klaten (13,49%).

Oleh sebab itu, Masinton meminta pemerintah pusat mempertimbangkan kembali rencana pemangkasan dana TKD agar pembangunan di daerah tidak mengalami hambatan. Di samping itu, dia mengaku pemerintah Tapanuli Tengah akan tetap menyiapkan siasat apabila kebijakan pemerintah pusat itu tetap berlanjut.

Politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu menjelaskan pihaknya akan berupaya mengoptimalkan pendapatan asli daerah yang selama ini belum teradministrasi secara baik. Meski begitu, dia menegaskan Tapanuli Tengah belum berencana menaikkan tarif PBB seperti yang dilakukan Pati dan sejumlah daerah lain.

“Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit, kami belum terpikir untuk menaikkan tarif PBB karena dampaknya akan memberatkan masyarakat miskin,” kata Masinton.

Efisiensi TKD Demi Biayai Program Presiden Prabowo

Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan tata cara efisiensi dana TKD melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 56/2025. 

Berdasarkan Pasal 17 ayat (1), efisiensi TKD diberlakukan terhadap alokasi yang digunakan untuk infrastruktur, dana otonomi khusus (otsus) dan keistimewaan daerah, dana yang belum dirinci per daerah dalam APBN tahun berjalan, hingga alokasi yang tidak digunakan untuk pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. Kebijakan juga mencakup TKD lain sesuai arahan presiden.

Berdasarkan Pasal 17 ayat (1), efisiensi TKD diberlakukan terhadap alokasi yang digunakan untuk infrastruktur, dana otonomi khusus (otsus) dan keistimewaan daerah, dana yang belum dirinci per daerah dalam APBN tahun berjalan, hingga alokasi yang tidak digunakan untuk pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. Kebijakan juga mencakup TKD lain sesuai arahan presiden.

Sementara dalam Pasal 17 ayat (4) dan (5) diatur bahwa dana TKD hasil efisiensi akan dicadangkan dan tidak disalurkan, kecuali terdapat arahan lain dari presiden.

Dijelaskan bahwa hasil efisiensi TKD dapat berbentuk alokasi per daerah maupun alokasi yang belum dirinci. Dana hasil efisiensi yang dicadangkan akan menjadi dasar penyesuaian rincian alokasi TKD per provinsi/kabupaten/kota atau per bidang, yang kemudian diadopsi dalam APBD masing-masing daerah.

Selain itu, Pasal 19 mengatur mekanisme pergeseran anggaran TKD yang telah dicadangkan ke Subbagian Anggaran Bendahara Umum Negara Belanja Lainnya. Proses ini dilakukan tanpa memerlukan reviu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan mempertimbangkan kebutuhan anggaran serta karakteristik masing-masing jenis TKD.

Pemerintah juga membuka kemungkinan penggunaan dana hasil efisiensi untuk membiayai belanja pegawai, operasional kantor, pelaksanaan tugas dan fungsi dasar, layanan publik, maupun kegiatan prioritas presiden, dengan persetujuan menteri keuangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro