Bisnis.com, JAKARTA- Walau pengendalian inflasi dan pertumbuhan dinilai stabil, kalangan pengusaha menganggap terdapat persoalan kekuatan daya beli masyarakat yang belum berkesinambungan, karena mengandalkan subsidi dan jaring pengaman sosial lainnya.
Pelaku usaha menyambut baik upaya pengendalian inflasi yang dilakukan pemerintah selama ini seiring dengan tren penurunan mencapai 4,97 persen secara tahunan (yoy) pada Maret 2023 yang lebih rendah dibandingkan pada bulan sebelumnya yang mencapai 5,47 persen.
Ke depan, pemerintah diminta memberikan stimulasi peningkatan daya beli melalui penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan untuk transformasi sektor informal ke sektor formal.
Wakil Ketua Umum Kadin Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan daya beli saat ini sudah cukup baik dan stabil tetapi tidak berkelanjutan, karena hanya ditopang subsidi dan mekanisme jaring pengaman sosial, bukan oleh peningkatan penghasilan dan produktivitas masyarakat. Padahal idealnya, pertumbuhan daya beli masyarakat perlu berbasis pada peningkatan penghasilan yang ditopang oleh penciptaan lapangan kerja (decent work) dan peningkatan produktifitas individu.
Dia menjelaskan, dalam kondisi saat ini di mana tingkat ketidakpastian berusaha relatif tinggi karena tekanan global dan dilema tahun politik, akan lebih baik bila pemerintah fokus menstimulasi peningkatan produktivitas sektor riil dan mendukung transformasi sektor-sektor ekonomi informal menjadi sektor ekonomi formal (UMKM) yang terus bertumbuh.
“Dengan demikian, lebih banyak penciptaan lapangan kerja masyarakat memperoleh penghasilan yang lebih memadai dan lebih sustainable untuk mendukung pertumbuhan konsumsi [back bone pertumbuhan PDB nasional] secara sustainable,” ucap Shinta kepada Bisnis, Senin (3/4/2023).
Baca Juga
Dia mengungkapkan, dengan terkendalinya inflasi selama Maret tersebut memberi kabar gembira pelaku usaha. Sebab, pemerintah pun tidak punya terlalu banyak urgensi untuk meningkatkan kebijakan moneter dalam waktu dekat meskipun terdapat tekanan eksternal, seperti kebijakan The Fed misalnya. Sehingga pemerintha bisa lebih leluasa untuk melalukan stimulasi untuk pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, daya beli masyarakat pun bisa lebih mendukung untuk mendukung pertumbuhan konsumsi riil jangka pendek meskipun keberlanjutkan pertumbuhan konsumsinya masih perlu didukung oleh penciptaan lapangan kerja yang lebih tinggi di sektor formal.
“Jadi kami sampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada pemerintah dan semoga output kendali inflasi yang baik ini bisa terus dipertahankan hingga inflasi kita kembali ke level normal,” ucapnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik melaporkan tingkat inflasi terus berada dalam tren penurunan hingga mencapai 4,97 persen secara year on year (yoy) pada Maret 2023 yang lebih rendah dibandingkan pada bulan sebelumnya yang mencapai 5,47 persen. Inflasi inti juga turun dari 3,09 pada Februari 2023 menjadi 2,94 persen pada Maret 2023.
Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Pudji Ismartini, inflasi pada Maret 2023 mengalami perlambatan karena kondisi permintaan konsumen. "Jadi memang permintaan di Ramadan ini tidak setinggi dengan kondisi sebelum pandemi," tuturnya dalam konferensi pers virtual pada Senin (3/4/2023).
Pudji menilai, pola konsumsi masyarakat masih belum 100 persen kembali normal. Artinya dari sisi permintaan, menurutnya, belum ada kenaikan yang signifikan hingga membuat inflasi cenderung turun.
Namun, secara bulanan atau month to month (mtm) inflasi Maret 2023 mengalami kenaikan menjadi 0,18 persen. Sebab, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada periode ini naik dari 114,16 pada Februari 2023 menjadi 114,36 pada Maret 2023.