Bisnis.com, JAKARTA - Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) berpandangan saat ini penentu harga gabah dan beras bukan lagi Perum Bulog, melainkan perusahaan penggilingan besar. Bulog pun belakangan ini sulit menyerap beras dalam rangka Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso, mengatakan, kondisi harga beras belakangan ini tidak terlepas dari pesatnya pertumbuhan perusahaan penggilingan beras raksasa dalam beberapa tahun terakhir. Dia menyebut saat ini terdapat sekitar 1.000 penggilingan padi besar yang ada di Indonesia.
“Bulog kan tidak berdaya, jadi price maker ini yang gede-gede ini,” kata Sutarto saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (20/3/2023).
Dia menjelaskan pihaknya sebelumnya telah mewanti-wanti pemerintah agar tidak mudah mengeluarkan izin pendirian perusahaan penggilingan, karena nantinya mereka akan terlalu banyak menyerap gabah petani dan berdampak pada stok Bulog. Apalagi, kata Sutarto, saat ini produksi padi di Indonesia cenderung stagnan.
“Sekarang ada kelebihan penggilingan padi secara nasional, sangat berlebih. Bisa 2 kali lipat dari ketersediaan gabah. Jadi rebutan. Ini sudah 7 tahun lalu ngomong ke pemerintah, hati-hati memberi izin. Banyak yang gede dan sekarang Bulog tidak punya cadangan,” tutur Sutarto.
Dia mengungkapkan, kemampuan Bulog dalam menyerap padi/beras belakangan ini sangat terbatas. Hal ini membuat Bulog tidak mempunyai cadangan beras. Dengan kondisi saat ini harga gabah/beras tinggi, penggilingan besar yang paling bisa menyerap.
Baca Juga
“Saat ini ada anomali, tidak pernah terjadi seperti ini, harga gabah pas panen naik. Ini tidak pernah terjadi. Salah satunya karena Bulog stoknya tipis,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menyatakan pemerintah harus mempunyai strategi agar Bulog mampu menyerap beras sesuai target, yakni 2,4 juta ton di tahun ini. Menurutnya, Bapanas harus segera menetapkan secara resmi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) agar di lapangan tidak terjadi kesimpangsiuran.
“Karena masalah harganya itu belum jelas. Sekarang penggilingan belinya mahal. Kalau segera tidak diputuskan secara tegas. Stok ini mengkhawatirkan, Bulog kan harus punya stok cukup,” kata Sutarto.
Terkait alasan pihaknya belum bersedia memasok beras ke Bulog, Sutarto mengungkapkan jika harga gabah kering panen (GKP) saat ini masih di atas Rp5.500. Menurutnya, dengan harga GKP seperti itu, Perpadi yang anggotanya merupakan perusahaan penggilingan menengah bawah belum sanggup menjual beras medium Rp9.950 per kg kepada Bulog.
Sutarto menjelaskan, kondisi harga gabah yang tinggi tersebut tidak terlalu bermasalah bagi penggilingan besar. Sebab, mereka sanggup mengolah gabah dengan kualitas premium yang tentunya harga jualnya di atas Rp9.950 per kg.
“Kalau yang gede ini kan punya kesempatan menjual premium nampaknya ada yang merasa, kalau Rp5.700-Rp5.900 bisa ngambil [untung). Tapi kalau yang kecil-kecil ini tidak bisa,” jelasnya.
Sebelumnya, Perpadi masih belum memberikan komitmennya untuk memasok beras kepada Bulog dalam rangka persiapan menjelang Lebaran. Namun terdapat 25 perusahaan penggilingan besar yang sudah berkomitmen memasok 60.000 ton beras kepada Bulog.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, berharap, dalam waktu dekat bisa ada kesepakatan 160.000 ton beras untuk Bulog.
“Mudah-mudahan 160.000 masih bisa. Karena banyak juga penggilingan padi di tiap tiap provinsi. Supaya membantu stok Bulog untuk membantu sebelum lebaran,” ucap Arief kepada awak media di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (20/3/2023).