Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengusulkan agar pemerintah membebaskan sementara tarif bea keluar minyak kelapa sawit mentah atau CPO guna menggairahkan produksi minyak goreng dalam negeri.
Plt Ketua DMSI Sahat Sinaga menduga kenaikan harga dan langkanya minyak goreng kemasan sederhana Minyakita di pasaran akhir-akhir ini lantaran produsen enggan memproduksi minyak besutan pemerintah itu. Produksi minyak goreng besutan pemerintah itu tidak menguntungkan pengusaha. Apalagi, saat ini pengusaha tak mendapat keuntungan dari ekspor crude palm oil (CPO) karena pelemahan CPO di pasar global dan tingginya tarif bea keluar.
Saat ini, eksportir CPO dibebani US$142 per ton untuk pungutan ekspor dan bea keluar. Terdiri atas US$90 per ton pungutan ekspor dan US$52 per ton bea keluar.
"Saya menduga mereka tidak memproduksi Minyakita ini karena tidak ada cuannya. Ekspor juga apa? Nggak ada untuk menutup kerugian mereka, tidak ada dari ekspor. Ya, karena di ekspor pun sudah dipotong US$142," kata Sahat dalam jumpa pers di Kantor DMSI, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Sahat mengatakan, produksi Minyakita tidak mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah sehingga produsen yang harus menutup kerugian itu dengan penghasilan ekspor.
Oleh karena itu, pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) itu pun mengusulkan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, untuk menolkan sementara tarif bea keluar. Hal ini agar para pengusaha sawit kembali bergairah melakukan ekspor dan bisa menutupi kerugian mereka dalam memproduksi Minyakita.
Baca Juga
Sementara itu, dalam mengatasi kenaikan harga Minyakita di pasaran jelang Lebaran, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan kewajiban pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) produsen minyak goreng, serta menahan hak ekspor pengusaha sawit 66 persen dari 5,9 juta ton CPO.
Sahat menilai kebijakan pemerintah tersebut bukan solusi tepat dalam mengurai persoalan kelangkaan Minyakita.
“Tapi, saya paham maksudnya Pak Luhut [Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi] kalau kebijakan ini agar pengusaha fokus dulu ke dalam negeri untuk menghadapi puasa dan lebaran,” katanya.
Menurut dia, semua stakeholder sebaiknya mengingat kembali seruan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan agar bergotong royong dalam mengatasi masalah minyak goreng ini.
"Solusinya, BK [bea keluar] sementara ini dinolkan, selama 3 bulan saja sampai dengan Lebaran sehingga inisiatif ekspor mereka ada [kembali]. Dengan kondisi resesi global, para eksportir tidak bergairah untuk melakukan ekspor," tuturnya.