Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha logistik mendorong agar alat pemindai X-Ray untuk behandle peti kemas impor, atau Hico-Scan, bisa diperluas penggunaannya di seluruh pelabuhan di Indonesia. Alat pemindah X-Ray itu kini baru akan digunakan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mengatakan bahwa alat pemindai bakal secara reguler digunakan di tempat pemeriksaan fisik terpadu (TPFT) Graha Segara di kawasan pabean Pelabuhan Tanjung Priok, mulai 9 Januari 2023. Tarif penggunaan alat tersebut juga sudah disepakati oleh penyedia dan pengguna jasa.
Tidak hanya itu, pemerintah dan juga PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo diharapkan bisa memfasilitasi penggunaan alat tersebut ke depannya.
"Ini sebenarnya kembali lagi ke kemampuan pelabuhan masing-masing, tetapi kalau pemerintah mewajibkan bisa lewat Pelindo. Apalagi, sekarang sudah jadi Pelindo grup, saya harapkan paling enggak bisa membantu dalam hal ini," ujar Wakil Ketua Umum Bidang Kepabeanan dan Cukai DPP ALFI Widijanto, Senin (2/1/2023).
Hico-Scan itu kini sudah ada di TPFT Priok sejak enam hingga tujuh bulan yang lalu. Pada 9 Januari nanti, alat pemindai tersebut akan digunakan khusus untuk impor jalur merah.
ALFI mendorong penggunaan Hico-Scan lebih luas di pelabuhan-pelabuhan dalam negeri guna mengefisienkan behandle peti kemas impor baik dari segi biaya dan waktu.
Baca Juga
Hico-Scan, terang Widijanto, akan mempercepat arus keluar peti kemas impor, memperketat pengawasan terhadap barang yang masuk, serta menekan biaya pelayanan peti kemas. Utamanya, penggunaan alat pemindai akan mengurangi ketergantungan proses behandle peti kemas terhadap tenaga manusia atau secara fisik.
Untuk diketahui, alat pemindai tersebut merupakan milik swasta. Ke depannya, pemerintah diharapkan bisa memperluas penggunaannya dengan harapan pada akhirnya bisa menekan biaya logistik di pelabuhan.
"Kalau bisa semua [barang] masuk ke pelabuhan Indonesia itu lewat Hico-Scan, tapi siapa yang mau memberi modal? Ini bukan punya pemerintah. Karena ini swasta, makanya ada biaya. Kami harapkan pemerintah harus bisa mengadakan sendiri, dan tidak bergantung kepada swasta," terang pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Transportasi dan Logistik Kadin DKI Jakarta itu.
Adapun, tarif Hico-Scan yang akan berlaku 9 Januari mendatang disebut merupakan kesepakatan antara penyedia dan pengguna jasa. Tarif layanan Hico-Scan peti kemas di Priok disebut lebih hemat dari biaya yang dikeluarkan pada proses secara manual.
Misalnya, untuk tarif pemindaian dengan Hico-Scan lebih hemat 31 persen untuk peti kemas impor ukuran 20 kaki (feet) dan lebih hemat 36 persen untuk peti kemas 40 feet, jika dibandingkan dengan behandle tanpa alat tersebut.
Penggunaan alat tersebut telah disepakati oleh ALFI DKI Jakarta, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) DKI Jakrta, TPK Koja, dan PT Jakarta International Container Terminal (JICT).
Berikut daftar besaran tarif yang dikenakan secara paket sesuai dengan kesepakatan antara ALFI, Ginsi, TPK Koja, dan JICT:
1. Pemeriksaan Karantina atau Jalur Merah menggunakan alat pemindai dikenakan:
a. Untuk peti kemas ukuran 20 feet = Rp994.000,-per box;
b. Untuk peti kemas ukuran 40 feet = Rp1.279.500,-per box;
2. Jika karena sesuatu sebab sehingga Pemeriksaan oleh Petugas pemeriksa (Karantina dan Bea & Cukai) dilakukan Pemeriksa Fisik, dikenakan tambahan:
a. Untuk peti kemas ukuran 20 feet = Rp771.000,-per box;
b. Untuk peti kemas ukuran 40 feet = Rp1.056.500,-per box;
3. Jika karena sesuatu sebab sehingga Pemeriksaan Fisik Terpadu oleh Petugas pemeriksa (Karantina dan Bea & Cukai) dilakukan kembali pada Petikemas yang sama di hari yang berbeda dikenakan tambahan :
a. Untuk peti kemas ukuran 20 feet = Rp1.442.000,-per box;
b. Untuk peti kemas ukuran 40 feet = Rp2.013.000,-per box;
4. Terhadap peti kemas ukuran di atas 40 feet dikenakan tambahan tarif sebesar 25 persen dari Tarif Paket peti kemas ukuran 40 feet.